Minggu, 24 Februari 2013

Mengenang Rapat Akbar 9 April 2004 tolak Sumber Gemulo dieksploitasi PDAM Kota Batu

Masalah pembagian air
Walikota Batu harus beri payung hukum

Dikutip dari Harian  Surya tgl 15 April 2004  -
Penyelesaian konflik air antara para petani dan Pemkot Batu mulai ada titik terang. Setelah para petani dari enam desa menggelar 'rapat akbar' di lapangan Sidomulyo pada Jumat (9/4/2004), pemkot mulai hari itu juga mengadakan pembicaraan secara maraton dengan para petani.
Pada Jumat (9/4/2004) dan Sabtu (10/4/2004) pertemuan digelar di Balai Desa Bumiaji dan Bulukerto. Pertemuan itu melibatkan Badan Pengawas (Bawas), Dinas Sumber Daya Air dan Mineral (SDA) dan Camat Bumiaji, serta petani. Rencananya, pertemuan seperti itu juga akan digelar di Balai Desa Pandanrejo, Kecamatan Batu, Senin (12/4/2004).
Dalam pertemuan itu diperoleh kesepakatan bahwa harus ada payung hukum dari wali kota yang menegaskan aturan bagaimana pengelolaan air untuk kebutuhan lahan pertanian, air minum, perikanan dan sebagainya.
"Dalam dua hari kemarin saya terus melakukan pembicaraan dengan warga Bulukerto dan Bumiaji. Kami duduk bersama untuk mencari solusi bagaimana agar air bersih ini bisa mencukupi kebutuhan air minum untuk masyarakat Batu, sementara lahan pertanian juga terairi," ujar Camat Bumiaji, Drs Eko Suhartono, saat ditemui di kantor Kecamatan Bumiaji, Minggu (11/4/2004).
Diberitakan sebelumnya, konflik air antara petani enam desa dengan Pemkot Batu makin memanas. Jumat (9/4/2004), ratusan petani dengan menumpang puluhan kendaraan pick up berkumpul di lapangan Sidomulyo, Kota Batu. Mereka menuntut agar wali kota menunda proyek pipanisasi PDAM sampai ada kesepahaman dengan petani. Para petani itu berasal dari Desa Gunungsari, Punten, Bumiaji dan Bulukerto (Kecamatan Bumiaji), serta dari Desa Sidomulyo dan Pandanrejo (Kecamatan Batu).
Dam kecil
Menurut Eko Suhartono, dari pertemuan itu muncul satu kesepahaman bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah pengaturan kembali masalah air. Pada prinsipnya, debit air menurut Dinas SDA itu, cukup. Yang perlu dilihat adalah banyaknya luberan-luberan air yang terbuang percuma. "Misalnya, untuk beberapa titik daerah pengelolaan ikan. Kalau kebutuhan airnya sedikit, mengapa harus mengambil dengan pipa yang berukuran besar," ungkap Eko.
Dijelaskannya, air yang berasal dari sumber Gemulo itu sebenarnya hanya mengairi daerah Bumiaji, Bulukerto (Kecamatan Bumiaji) dan Sidomulyo (Kecamatan Kota). Namun masyarakat dari Pandanrejo serta beberapa desa lainnya ikut mempersoalkannya karena mereka merasa juga membutuhkan air dari sumber itu.
Padahal, air yang mengairi lahan mereka itu sebenarnya berasal dari Dam Perambatan yang rusak akibat bencana. "Menurut saya, luberan-luberan yang terbuang itulah yang perlu diatur kembali. Terutama pada jalur-jalur air, sehingga bisa digunakan secara maksimal untuk pertanian," ungkapnya.
Soal warga Desa Pandanrejo, Gunungsari serta sebagian Sidomulyo yang mendapatkan air dari Dam Pe-rambatan, untuk langkah sementara perlu dibuatkan dam kecil. "Karena itulah, saya kira yang terpenting wali kota harus membuat payung hukum bagaimana pengaturan air itu. Minimal harus ada perda yang mengatur distribusi potensi air yang tersedia itu untuk kebutuhan minum, pertanian serta kebutuhan lainnya," tandas dia.
Kepala Dinas SDA pemkot Batu, Drs Poedjo Yuwono, hingga kemarin masih belum bisa dihubungi karena hand phone-nya tidak aktif. (tof)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar