Senin, 18 Februari 2013

Inilah Analisis Pakar Teknik Lingkungan ITS

Hargai Hukum, Pemkot Batu Kurang Mantap Berperan
Dikutip dari RADAR BATU – Selain Komnas HAM ikut menangani mediasi kasus The Rayja, pihak pakar lingkungan turut mengkritisi polemik kasus sumber air ini. Secara legal hukum, pihak the Rayja punya hak untuk melakukan pembangunan di tanah itu, demikian pula Pemkot secara otonomi punya hak mengelola lahan di daerahnya. Namun disayangkan pemkot dalam hal ini tidak mampu memainkan perannya dengan baik. Yakni menyadari posisi daerahnya sebagai hulu sungai DAS Brantas. Yang jelas pasti dipenuhi sumber kekayaan alam yang musti dijaga, seperti sumber air Gemulo ini.
Eddy Soedjono PhD, pakar teknik lingkungan ITS Surabaya, mempertanyakan lahan dekat Gemulo kenapa bisa sampai dimiliki secara pribadi. Menurutnya, dia memberi masukan secara kualitatif. Karena kasus banjir seperti di Jakarta, bahkan di Malang, apalagi juga di Surabaya, lagi-lagi karena pemanfaatan DAS (daerah aliran sungai) yang tidak bagus. Jadi ketika ada wilayah tangkapan air, seperti Gemulo ini, yang akhirnya dapat dimiliki perseorangan, apalagi sah secara hukum, muncul pertanyaan besar. “Urutannya gimana sih kok bisa sampai wilayah tangkapan air itu dimiliki perseorangan,” heran kepala jurusan teknik lingkungan fakultas teknik dan perencanaan ITS ini.
Dalam mediasi beberapa waktu lalu, dia mengapresiasi para warga yang mengetahui istilah eco region. Menurutnya, eco region ini bahasa terlalu muluk di tataran ilmiah. Eco region Jatim saat ini dikatakannya adalah eco region DAS Brantas. Dan DAS Brantas ini tidak boleh konyol lagi sepeti Ciliwung, Citarum, Musi, yang daerahnya selalu banjir karena daerah bagian atas digunduli. Untuk diketahui, sungai Ciliwung menjadi salah satu penyebab banjir di Jakarta, karena terlalu banyaknya pemukiman di daerah Bantaran sungai dan bangunan-bangunan beton di sekitarnya. Demikian pula dengan DAS Citarum yang telah berubah jadi pemukiman dan lahan pertanian. Alhasil banjir pun tak terbendung. Batu pun potensial mengalami seperti ini jika pembangunan di kawasan tangkapan air terus-terusan digalakkan.
Eddy juga menyayangkan dalam perda tata ruang sendiri, daerah Gemulo itu masuk dalam kawasan yang bisa didirikan pemukiman. Jadi tidak salah secara hukum, ketika ada investor ingin membangun resort di sana. Apalagi sudah disahkan pihak DPRD dan diamini pemkot. Namun jika dilihat dari tata ruang DAS Brantas, seharusnya tidak boleh dijamah pembangunan di situ. “Kalau dari sisi ekologi, dan saya pemerhati serta peneliti lingkungan, nggak boleh harusnya ada bangunan,” kata alumnus doktoral University of Brimingham Inggris tersebut.
Dia mencontohkan seperti kasus di Surabaya dan Sidoarjo. Menurutnya dari tata ruang lingkungan, Surabaya dan Sidoarjo itu masuk kawasan subur DAS Brantas. Tapi kenyataannya saat ini sudah  tumbuh jadi real estate dan pemukiman. Padahal kawasan yang cocok jadi pemukiman dan real estate itu seperti Bojonegoro dan Tuban. “Ini bentuk kegagalan ekologi kita, dan Batu jangan sampai menuju ke arah situ,” kata dia.
Dia juga mempertanyakan konsep tata ruang di pikiran para pengambil kebijakan. Kenapa lahan subur yang malah digunakan pembangunan. Yang tidak subur dan bisa dijadikan lahan pemukiman kenapa tidak dimaksimalkan. Ada ketidakpahaman tata ruang yang melanda para pengambil kebijakan di pemerintahan.
Dalam proses perizinan UKL UPL, Eddy juga melihat tidak tereksposnya isu sosial dengan baik. Buktinya ketika ada warga protes, pihak pemerintahan tidak tahu. Alhasil saat izin diterbitkan, jelas sekali gejolak sosial muncul. Dan itu tidak dipungkiri merupakan gerakan sosial masyarakat. Dia juga menegaskan bentuk protes dan kegalauan warga atas pembangunan itu wajar. “Apalagi memang itu terkait sumber kebutuhan pokok warga, yaitu air, seharusnya pemkot sudah bisa antisipasi isu sosial seperti ini, tidak malah akhirnya setelah meledak gini, langsung kelabakan,” paparnya.
Sementara itu dari pihak pemkot Batu melalui kepala KPPT, Syamsul Bakri menegaskan akan tetap mengikuti proses mediasi sampai selesai. Konsentrasi akan diutamakan membantu tugas komnas HAM. “Kita komitmen sampai akhir, itu saja,” ujar dia. (ziq)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar