Jumat, 01 Februari 2013

Proses Perijinan Yang tidak Prosedural, Wawali Batu kok ngajari rakyatnya ngugat ke PTUN.



Warga Pasti Kalah di PTUN
Jumat, 1 Februari 2013 20:24 WIB | Editor: Adi Agus Santoso | Reporter : Iksan Fauzi
SURYA Online, BATU - Ketua Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PP Otoda) Universitas Brawijaya, Ngesti D Prasetyo mengurai, konflik antara warga dengan The Rayja seharusnya tidak hanya dilihat dari segi investasi belaka. Pemkot Batu harus melihat persoalan lingkungan, dan sosial masyarakat setempat.

Gejolak dimasyarakat yang tidak menginginkan berdirinya hotel di kawasan konservasi, menjadi indikasi mereka khawatir kebutuhan utama berupa air terancam. Begitu juga dampak lingkungan yang akan disebabkan dari pembangunan hotel itu.

Kalaupun ada kesalahan menkanisme prosedur perizinan, seperti yang diungkapkan warga, bahwa IMB keluar lebih dulu daripada Amdal maupun UKL-UPL, maka Pemkot harus mengakui. Artinya, dalam menjalankan aturan, pemkot harus sesuai prosedur sesuai undang-undang.

Apakah di dalam rencana tata ruang wilayah di kawasan itu boleh berdiri hotel? Kalau tidak boleh, maka izin seharusnya tidak bisa keluar. Kalau misalnya boleh membangun hotel, maka harus ada Amdal atau UKL-UPL lebih dulu.  “Kalau ada prosedur dilanggar, maka Wali Kota bisa mencabut. Tapi konsekuensinya, The Rayja akan menggugat ke PTUN. Mestinya, sebagai penegak aturan dan pengayom masyarakat, pemkot harus legowo,” ujar Ngesti.

Bagaimana dengan saran Wawali, agar warga menempuh jalur hukum ke PTUN? Menurutnya, Pemkot tidak boleh lepas tangan. Itu artinya Pemkot tidak sensitif terhadap persoalan warga. Apalagi, dalam kasus hukum di PTUN masalah lingkungan, warga selalu kalah.

“Ini bisa saya prediksi, kalau di PTUN, The Rayja pasti menang. Karena pengadilan selama ini hanya melihat normatifnya saja, tapi tidak melihat dampak lingkungan dan sosial secara langsung. Warga butuh sumber air untuk pertanian, perikanan, dan kebutuhan sehari-harinya ,” sambungnya.

Langkah yang tepat, mestinya, Pemkot mencabut izin The Rayja. Sudah saatnya, Pemkot berpihak kepada masyarakat. Begitu juga sebaiknya memilih investor yang berinvestasi tanpa merusak lingkungan, serta investasi tanpa menimbulkan gejolak dimasyarakat.  “Trend sekarang itu, pengusaha pro lingkungan. Mereka mengubah lingkungan menjadi baik, sehingga tempat usahanya juga nyaman,” katanya.

Kalaupun nanti pembangunan The Rayja tetap berlanjut, Ngesti memprediksi warga tetap kalah. Namun, mereka sudah memiliki bangun sosial yang kukuh untuk memperjuangkan lingkungan di sekitar sumber mata air Umbul Gemulo lestari.
Akses Surabaya.Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat surabaya.tribunnews.com/m

Tidak ada komentar:

Posting Komentar