Tolak Pendirian Hotel Baru,
Warga Kota Batu Terancam Masuk Bui
Oleh Tommy
Apriando (Kontributor Daerah Istimewa Yogyakarta), March 19, 2013
2:19 am
Aksi menolak
pembangunan hotel demi menyelamatkan sumber air di Kota Batu. Foto: Tommy
Apriando
Kota batu,
kota tercinta ini, akan menjadi rusak karena pembangunan yang tidak ramah
lingkungan. Pemerintah melegitimasi kebijakan yang menyengsarakan warga, dan
terus melakukan kesewenang-wenangan mereka terhadap pembangunan yang tidak
ramah alam. Penuhnya tempat wisata di kota Batu sudah merusak alam, menyebabkan
pencemaran lingkungan, polusi dan berkurangnya jumlah debit air. Mari
selamatkan sumber mata air dan lingkungan.
Penggalan
kalimat di atas diucapkan lantang oleh peserta aksi yang menolak perusakan
lingkungan dan sumber mata air di kota Batu, di Alun-alun kota Batu, pada
Minggu, 17 Maret 2013. Massa aksi yang tergabung dari Malang Corruption Watch
dan Forum Masyarakat Peduli Mata Air Batu serta Mahasiswa Se-Malang Raya yang
berjumlah sekitar puluhan orang melakukan aksi simpatik. Mereka mengajak para
warga yang berada di areal Alun-alun untuk membubuhkan tanda tangan, sebagai
bentuk dukungan perlawanan terhadap perusakan lingkungan di kota Batu. Sunanto
warga Malang, ikut memberikan tanda tangan. “Prihatin akan kondisi lingkungan
di Batu yang semakin rusak. Pemerintah kemana saja?” kata Sunanto kepada
Mongabay Indonesia.
Sumber daya
alam di Indonesia selalu menghadapi ancaman perusakan setiap waktu. Tidak
terkecuali yang dihadapi warga Desa Bulukerto, Kota Batu. Sumber mata air yang
selama ini digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terancam
hilang, tergantikan oleh hotel berbintang.
Imam
Yunanto, dari Forum Masyarakat Peduli Mata Air Batu, kepada Mongabay Indonesia
memaparkan, kasus sengketa pembangunan hotel di atas mata air Gemulo telah
terjadi sejak awal tahun 2012. Pihak investor berencana membangun sebuah hotel
tiga lantai dengan basement di daerah sekitar sumber mata air. Hal ini
meresahkan masyarakat sekitar sebagai pengguna mata air. Masyarakat Batu yang
mayoritas petani takut akan berkurangnya debit air akibat pembangunan tersebut.
“Dalam penelitian yang dilakukan oleh Universitas Brawijaya, ditemukan bahwa
bangunan dengan fondasi lebih dari lima meter disekitar mata air akan merusak
mata air,” jelas Imam.
Imam
menambahkan, akhir-akhir ini, alih fungsi lahan pertanian menjadi perhotelan
kian marak di Kota Batu. Pengalihan lahan ini merusak kawasan resapan mata air.
Sumber mata air di batu mati. Data tahun 2005 ada 111 sumber mata air di Batu.
Di tahun 2013 hanya ada 56 sumber mata air. Enam diantarnya dengan debit yang
besar, sisanya debit airnya hanya mampu untuk mencupi kebutuhan rumah tangga
saja, tidak bisa untuk mengairi pertanian. Terlebih lagi, dalam proses
perijinannya ditemukan berbagai kejanggalan dan pelanggaran.
Pengeluaraan
ijin mendirikan bangunan (IMB) seharusnya di dahului dengan keberadaan AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup atau Upaya Pemantauan Dampak Lingkungan). Sumber mata air
Gemula, digunanakan untuk kebutuhan air minum 7 desa dan mengairi irigasi
pertanian, Selain itu, dalam pasal 24 ayat 6 huruf C dan pasal 38 Perda
Nomor 7 tahun 2011, sumber mata air Gemula dijadikan sebagai kawasan
lindung. “Akan tetapi, Perda tetap dilanggar, perijinan pembangunan sudah
diberikan, sedangkan UKL-UPL masih dalam proses,” kata Imam.
Penolakan
warga akan pembangunan hotel yang merusak sumber mata air tersebut, hingga saat
ini tidak mendapatkan respon positif dari pemerintah Kota Batu. Bahkan, aksi
warga pada tahun 2012 dan awal 2013 lalu, membuat empat warga Bulukterto, Kota
Batu dijadikan tersangka dengan tuduhan melanggar pasal 310,353 dan 315 KUHP.
Keempat warga yang dijadikan tersangka Imam Yunanto, Kaji Rudi, Arif
Nugroho, dan Wagiman diancam telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan
tidak menyenangkan.
Merespon hal
tersebut, Direktur Eksekuti Wahana Lingkungan Hidup, Jawa Timur, Ony Mahardika
kepada Mongabay Indonesia mengatakan, kriminalisasi terhadap masyarakat yang
melawan perusakan lingkungan saat ini sudah menjadi pola yang dilakukan oleh
pihak investor dan aparat. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk melemahkan
perlawanan warga. “Seharusnya AMDAL yang lolos tersebut yang seharusnya
diselidiki aparat, bukan malah masyarakatnya yang dikriminalisasi,” tegas Ony.
Ony meminta
kepada aparat kepolisian dan pemerintah kota Batu untuk menghentikan
pembangunan hotel dan ikut menjaga sumber mata air di Batu. Pemerintah harusnya
lebih selektif dalam memberikan perijinan pembangunan hotel, apalagi jika
pembangunan hotel tersebut berdampak dan mengancam perusakan lingkungan. Untuk
itu, hentikan dan bebaskan warga yang mempertahankan lingkungannya dari ancaman
kerusakan.“Pasal 66 UU Lingkungan hidup, tegas bahwa setiap orang yang
memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat
dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata,” tutup Ony.
Sumber : http://www.mongabay.co.id/2013/03/19/tolak-pendirian-hotel-baru-warga-kota-batu-terancam-masuk-bui/#ixzz2OdkRpC3y
Sumber : http://www.mongabay.co.id/2013/03/19/tolak-pendirian-hotel-baru-warga-kota-batu-terancam-masuk-bui/#ixzz2OdkRpC3y
Tidak ada komentar:
Posting Komentar