Jumat, 01 Maret 2013

Standar Pelayanan Publik Batu Mengalahkan UU No 32 tahun 2009 dasar utama digunakan AMDAL / UKL-UPL



TANGGAPAN Dewan Daerah WALHI Jatim, terkait kasus Hotel The Rayja yang dilaporkan
Kepada Komisi Pelayanan Publik Jawa Timur
Dikutip dari grup Selamatkan Sumbermata air Gemulo di Kota Batu oleh  Purnawan D. Negara di Facebook.
Saya juga tidak tahu kalau warga ternyata melapor ke KPP Jatim, laporan ini dibuat sebelum melapor ke Komisi Ombudsman RI di Jakarta

Tampaknya Kapasitas Komisioner KPP Jatim dalam memahami izin-izin The Rayja ini lemah, koq bisanya melakukan analisis hukum atas perizinan koq hanya berdasar "Standar Pelyanan Publik (SPP) yang dibuat pada 2011 belaka", itu kan soal administrasi saja.

Komisioner KPP ini tidak melihat dan menganalisis secara komprehensif melihatnya hanya parsial kacamata kuda dan tidak paham atiran-aturan hukum yang baru.

Yang jelas adalah LUCU jika aturan SPP itu mengalahkan Undang-undang, yakni UU No. 32 Tahun 2009 yang menjadi dasar utama digunakanya AMDAL atau UKL-UPL dalam suatu kegiatan, bukan SPP itu.

Karena sudah terlanjur di mana warga kadung lapor, maka kalau Saya tidak begitu ngereken putusan KPP ini, karena saya lebih menekankan pada hasil mediasi KOMNAS HAM dan pelaporan ke Komisi Ombudsman (yang masih menunggu hasil keputusannya), karena mereka lebih berwibawa cara menganalisisnya.

Saya sudah membuatkan anlisis perizinan untuk warga yang sudah dikirim ke Ombudsman dulu, dari semua perizinan untuk The Rayja itu kait mengkait tidak bisa dilihat sepotong dan berdiri sendiri (begitu Pak Komisioner KPP), dan mengejutkan hasilnya semua perizinan itu adalah CACAT HUKUM!

Tantangan ke PTUN oleh Pemkot itu hanya isapan jempol belaka, karena izin-izin itu tidak pernah diinfokan kepada publik, bagaimana mau mem-PTUN-kan bila masa kadaluwarsa gugatan PTUN perizinan itu sudah terlewati (Gugatan atas perizinan itu memiliki masa kadaluwarsa 3 bulan/90 hari setelah izin diterbitkan) setelah masa gugatan izin itu kadaluwarsa melebihi 3 bulan ya jelas gak bisa digugat dan merka baru berkoar-koar sok imut dan sok hukum banget, dan yang penting wajib diingat untuk saat ini Pengadilan itu masih merupakan rumah yang aman bagi Perusak Lingkungan.

Cara-cara lain saja yang harus diperbuat, setidaknya warga tidak menjadi bagian dari persoalan lingkungan tetapi menjadi bagian dari yang menyelesaikan persoalan lingkungan, apalagi warga juga tidak menjadi bagian dari Kumpeni tetapi yang melawan Kumpeni bersama anteknya, warga dengan kesadarannya telah memposisikan diri sebagai WALI-NYA LINGKUNGAN...!

Soal hasil akhir setelah berbagai pintu dan cara dilakukan kita serahkan pada Yang Maha Esa setelah kita optimal melawan kedzoliman penguasa, begitu seharusnya nilai-nilai kultural dan religi juga dikedepankan sebagai orang yang beriman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar