SETETES ASA DI KAKI ARJUNO
Dikutip dari http://kabarmalang.blogspot.com
14-03-2013
Sebuah baliho besar mencolok, bertulis "stop
pembangunan sekarang juga" berdiri di depan lahan berdinding
plat seng. Baliho ini menarik perhatian wisatawan dan warga Batu
yang melintas menuju lereng Gunung Arjuna. Apalagi, sejumlah obyek
wisata alam berdiri di kawasan Jalan Bukit Berbunga. Lahan tampak
terbengkalai tak terurus di Desa Bulukerto
Kecamatan Bumiaji Kota Batu ini, merupakan lokasi
pembangunan The Rayja Batu Cottage. Selama setahun terakhir, aksi
unjukrasa warga menolak pembangunan hotel terus berlangsung. Mereka
khawatir pembangunan hotel bakal merusak sumber mata air Gemulo yang hanya
berjarak 200 meter dari
lokasi hotel. Dari sumber air Gemulo gemericik air jernih mengaliri lahan pertanian warga. Dibelakang lokasi hotel, hamparan ladang mawar merah menghibur mata memandang.
lokasi hotel. Dari sumber air Gemulo gemericik air jernih mengaliri lahan pertanian warga. Dibelakang lokasi hotel, hamparan ladang mawar merah menghibur mata memandang.
"Saat musim kemarau pasokan bunga mawar sering
terlambat," kata pedagang bunga asal Bulukerto, Imam Gunadi. Bunga
mawar tak bisa berkembang indah, petani kesulitan mengendalikan hama dan
penyakit. Lantaran petani harus menggunakan air irigasi
secara bergantian, karena sumber air Gemulo saat kemarau menyusut.
Hasilnya bunga mawar tak seindah di musim penghujan. Meski, harga bunga
mawar melonjak Rp 1.500 per potong naik menjadi Rp 2.500.
Air sumber Gemulo digunakan irigasi untuk lahan
pertanian warga di Bulukerto, Sidomulyo, Pandanrejo, dan Bumiaji. Petani
menanam sayuran seperti tomat, cabai, sawi, kol serta aneka jenis
bunga, tanaman hias, buah apel, jambu dan jeruk. Bagi warga aiir
merupakan sumber kehidupan, bahkan tak jarang petani berebut menggunakan
air.
Tapi, selama 10 tahun terakhir debit air menyusut
hingga separuhnya. Imam tak mengetahui total debit air yang keluar. Karena
kesulitan air irigasi, sebagian petani menjual lahan. Sekitar 25
persen lahan pertanian pun beralih fungsi menjadi bangunan vila, dan
pemukiman. Mereka beralih profesi menjadi buruh bangunan, pedagang sayur
dan buah di Jakarta, Bandung dan Bali.
"Tak banyak pemuda yang menekuni bertanam sayur,
buah dan bunga," katanya. Berbeda dengan pemuda lainnya, Imam memilih
mengembangkan tanaman hias dan bunga potong. Ia menjadi agen bunga,
mengumpulkan hasil pertanian warga dikirim ke Kalimantan, Sulawesi, Matartam.
Sumbawa, dan Bali. Setiap bulan omset penjualan bunga untuk dekorasi dan tanaman
hias mencapai Rp 10 juta.
Sumber air Gemulo juga dimanfaatkan sebagai air minum
untuk penduduk setempat. Dikelola oleh Himpunan Masyarakat Pemakain Air Minum
(HIPPAM) warga Bulokerto, Sidomulyo, Pandanrejo, Beji, Mojorejo,
Junrejo dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Batu, dan Kota Malang.
Sejak lama, kataya, Sumber Gemulo menjadi rebutan investor mulai
perusahaan air minum kemasan, proyek pipanisasi PDAM dan bangunan villa.
"Tapi proyek itu semua gagal. Sekarang muncul The
rayja," katanya. Mereka berharap lahan tetap dijaga sebagai
kawasan konservasi tak didirikan bangunan. Tanpa bangunan
hotel, katanya, warga sering berebut air. Apalagi, jika hotel berdiri
di dekat sumber air bakal menciptakan konflik baru. Rencana pembangunan
hotel didegar warga sejak Desember 2011. Namun, aksi massa besar
berlangsung mulai awal 2012 setelah lahan diratakan dengan escavator.
Berbagai cara dilakukan, mulai unjukrasa hingga
menggelar ritual budaya, tarian bantengan dan selamatan di sumber
mata air. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun turun
memediasi, namun terhenti sejak pergantian komisioner. Imam kaget, setelah
menelusuri ternyata dari total 111 sumber mata air di Batu, selama tujuh
tahun ini hanya tersisa separuh. Selebihnya mati dan debit air mengecil.
Menurut Imam pembangunan hotel tak mempengaruhi
ekonomi warga. Meski enam hotel berbintang berdiri megah di sela pemukiman
warga, tak banyak yang bekerja di sektor perhotelan. Sebagian besar
pekerja berasal dari warga luar Kota Batu. "Warga Batu bekerja di
hotel sebagai penjaga keamanan, petugas kebersihan dan taman,"
katanya.
Kini, warga bertekad kembali mengambil alih lahan
lokasi hotel digunakan sebagai kawasan konservasi. Warga dari tujuh
desa di sekitar mata air mengumpulkan dana sejak April 2012, terkumpul
uang tunai Rp 1,7 juta. Selain itu, warga juga menagih dana kompensasi
jasa lingkungan dari PDAM Kota Batu dan Kota Malang. Sekitar 14
ribu pelanggan HIPAM juga bakal iuran Rp 100 ribu per keluarga. Warga
rela menjual hewan ternak dan harta benda demi menjaga kelestarian air
di. "Pelanggan HIPAM bakal terkumpul Rp 1,4 miliar," katanya.
Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa
Timur, Purnawan Dwikora Negara menilaiKota Batu merupakan kawasan ekologi
kritis. Batu kelebihan beban, perbandingan antara kunjungan wisata tak
sebanding dengan luas wilayah Batu. Sehingga jika perencana tata kota amburadul
bakal mengancam kelestarian wilayah Batu. Apalagi, kawasan gugusan Gunung
Arjuna-Welirang-Anjasmoro merupakan kawasan hulu sungai Brantas yang
mengalir sejauh 600 kilometer melintasi 14 Kota Kabupaten di Jawa
Timur.
Timur.
"Pembangunan hotel harus dikendalikan, hotel
rakus air. Menyedot sumber air artesis," ujar Purnawan. Sedangkan jika
terpaksa, pembangunan hotel harus dibangun secara ekologis. Desain
bangunan disesuaikan dengan kondisi wilayah, kontur tanah, serta tak
gunakan tiang pancang. Hotel menyatu dengan alam dan lingkungan,
terintegrasi dengan pemukiman warga. Tak dibangun massal dan besar seperti
kebanyakan hotel.
Purnawan juga menawarkan model kemitraan antara
investor dengan penduduk sekitar. Rumah warga dibangun dengan fasilitas sekelas
hotel, dan disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan. Pemilihan hunian
dengankonsep ecowisata. Sehingga wisatawan bisa lebih dekat dengan aktivitas
pertanian warga Batu menanam bunga, buah dan sayuran. "Sekaligus menjadi
pendidikan ekologi, pusat pertanian organik," katanya,
Walhi juga mengusulkan agar Batu menjadi kawasan
sanctuary atau perlindungan tanaman apel. Tanaman apel ditanam di Batu sejak
jaman kolonial Belanda, produksi melonjak pada 1980 an. Namun, sepuluh tahun
terakhir produktifitas merosot, lahan tak subur dan suhu udara semakin panas.
Tak cocok untuk tanaman buah apel. Pada masa kolonial Belanda, katanya,
Batu dikenal sebagai Swiss kecil.
Penataan wilayah perkotaan fokus terhadap pertanian
dan agrobisnis. Termasuk wisata ditata dan dikelola wisata alam yang
menonjolkan hawa sejuk, panorama alam pegunungan dan kekayaan hayati di kawasan
lereng Gunung Arjuna. Seharusnya, kata Purnawan, wisata di Batu
menawarkan panormana dan pemandangan pegunungan. Juga kekayaan tanaman
hias, kebun bunga, tanaman sayur dan buah. "Wisata dengan berjalan atau
bersepeda, demi kelestarian," ujar Purnawan.
Ia khawatir Batu bakal padat dan tak nyaman seperti
Puncak Bogor. Sedangkan konflik pembangunan The Rayja, Purnawan meminta agar
dipertemukan antara warga dengan investor. Tujuannya, untuk mencari
solusi terbaik tanpa merusak lingkungan. Atau Pemerintah Kota Batu diminta menyediakan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah membeli lahan untuk kepentingan publik. Termasuk menggandeng perusahaan besar dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
solusi terbaik tanpa merusak lingkungan. Atau Pemerintah Kota Batu diminta menyediakan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah membeli lahan untuk kepentingan publik. Termasuk menggandeng perusahaan besar dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Investor mengalihkan dana untuk membangun hotel di
daerah lain. Serta tak bertentangan dengan konsep pelestarian lingkungan.
Sedangkan lahan di sekitar kawasan Sumber Air Gemulo dihibahkan kepada publik
untuk kepentingan konservasi. "Daripada dana CSR untuk menanam pohon di
tepi jalan," katanya.
Setali tiga uang, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran
Indonesia (PHRI) Batu, Uddy Syaifudin mendukung Purnawan mengenai konsep
hotel yang menyatu dengan alam. Resort atau hotel yang menyatu dengan
alam bisa mencontoh di Bali dan Lembang. Bangunan terbuat dari papan
kayu, menyesuaikan dengan kontur dan tekstur. "Kedepan konsepnya agroturism,"
katanya.
Menurutnya, hotel baru di Batu harus memiliki ciri
khas dan berbeda dibanding hotel sejenis. Agar tak menggerus pasar hotel yang
sudah ada, di Batu total sebanyak 54 hotel sepuluh diantaranya hotel
berbintang. Selain itu, pengunjung juga memiliki banyak pilihan sesuai selera. "Sebenarnya kita tak masalah bersaing secara sehat," katanya.
berbintang. Selain itu, pengunjung juga memiliki banyak pilihan sesuai selera. "Sebenarnya kita tak masalah bersaing secara sehat," katanya.
Pertumbuhan hotel di Batu dua tahun terakhir sangat
pesat. Pada 2011 berdiri empat hotel berbintang dan 2012 berdiri lima
hotel baru. Sedangkan masih dalam proses pembangunan meliputi Amerta
Hotel, D' Bamboo Resort, dan The Rayja. Meski, ijin telah dikantongi sejak
lama.
Seperti Hotel Jambu Luwuk dan Bamboo Resort memiliki
konsep menyatu dengan alam. Bamboo Resort tengah dibangun di Giripurno masuk ke
kawasan dilarang deru mesin. Kendaraan di parkir jauh dari hotel.
Untuk menuju hotel, para tamu diminta berjalan kaki, atau naik andong.
Untuk menuju hotel, para tamu diminta berjalan kaki, atau naik andong.
Selain itu, ia meminta sebaran hotel semakin merata.
Saat ini hotel berdiri di Kecamatan Batu dan Kecamatan Bumiaji. Sedangkan
di Kecamatan Junrejo tak banyak hotel berdiri. Konsentrasi bangunan
hotel tak merata karena saat Batu menjadi bagian Kecamatan dari
Kabupaten Malang pusat keramaian antara Kota Batu dan Jalan Bukit
Berbunga menuju Gunung Arjuna.
Sedangkan Kecamatan Junrejo yang menjadi pintu masuk
Kota Batu tak banyak berdiri hotel. Padahal, kedepan Junrejo menjadi daya tarik
investor. Karena selain pintu masuk, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim bakal mendirikan kampung internasional. Selain pusat pendidikan juga
berkembang menjadi sarana pariwisata.
Direktur PT Panggon Surkaya Sukses Mandiri, Willy
Boenardi Koesnadinata investor The Rayja menjelaskan bangunan merupakan
didesain dengan konsep green. Dari total luas lahan 9.350 meter
persegi, hanya 20 persen yang didirikan bangunan. Selebihnya, berupa lahan terbuka hijau berupa taman bunga dan pepohonan rindang.
persegi, hanya 20 persen yang didirikan bangunan. Selebihnya, berupa lahan terbuka hijau berupa taman bunga dan pepohonan rindang.
"Bangunan empat lantai, tak ada bangunan bawah
tanah," katanya. Konflik dengan warga sekitar Sumber Gemulo menyebabkan
pembangunan terhambat. Sesuai jadual seharusnya, hotel beroperasi sejak setahun
lalu. Ia mengaku tak melanggar hukum maupun aturan. Termasuk tak melanggar Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah.
lalu. Ia mengaku tak melanggar hukum maupun aturan. Termasuk tak melanggar Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah.
Menurutnya, Kota Batu memiliki potensi bagi bisnis
hotel baru. Meski persaingan hotel semakin ketat. Willy yang telah 20 tahun
bisnis biro jasa perjalanan ini tengah mengawinkan dengan bisnis perhotelan.
"Biro perjalanan kan membutuhkan akomodasi," ujarnya.
Willy yang menjabat Managing Director Full Moon
Express Tour And Travel, berpengalaman menjalankan bisnis wisata di dalam dan
luar Negeri. Ia menganggap kunjungan wisata di Batu tinggi, semakin tahun
terus meningkat. Batu memiliki potensi, katanya, karena memiliki hawa yang sejuk dan pemandangan pegunungan Arjuna. Sehingga, ia memilih lokasi hotel yang berdekatan dengan kawasan hulu sungai Brantas.
terus meningkat. Batu memiliki potensi, katanya, karena memiliki hawa yang sejuk dan pemandangan pegunungan Arjuna. Sehingga, ia memilih lokasi hotel yang berdekatan dengan kawasan hulu sungai Brantas.
Menurutnya, The rayja dibangun untuk membuka lapangan
keja dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Data Dinas Ketenagakerjaan Kota
Batu total pengangguran sebanyak 5.384 pemuda usia produktif. Mereka
berpendidikan antara Sekolah Menengah Pertama hingga setara Sekolah
Menengah Atas. "Warga akan dilibatkan dalam sektor perhotelan. Kalau demo terus an menghambat kemajuan Kota Batu," katanya.
Menengah Atas. "Warga akan dilibatkan dalam sektor perhotelan. Kalau demo terus an menghambat kemajuan Kota Batu," katanya.
Willy mengaku tak sepakat dengan usulan
Walhi dan PHRI. Lantaran luas lahan yang tersedia tak mencukupi. Sedangkan jika
bekerjasama dengan masyarakat ia tak bisa mengatur manajemen dan pengelolaan
hotel. Apalagi, hotel yang didirikan ini patungan dengan sejumlah investor
lain.
lain.
by eko widianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar