Senin, 04 Maret 2013

Mediasi KPP Jatim terkait the Rayja masih Buntu, warga mengharapkan Ombudsmen



KPP Masih Buntu, Warga Harapkan Ombudsmen

Sunday, 03 March 2013 20:48 Media Online Bhirawa
Batu, Bhirawa
Hari ini, Senin (4/3) siang, warga peduli mata air di Kecamatan Bumiaji akan melakukan pertemuan dengan petugas Ombudsman RI. Pertemuan yang digelar di Warkop (Warung Kopi) Bumiaji ini, Ombudsman akan menindaklanjuti upaya menengahi konflik antara warga dengan pengembang yang akan membangun Hotel The Rayja di kawasan Sumber Mata Air Umbul Gemulo di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji.
Diagendakan, dalam pertemuan tersebut, Ombudsmen akan memberikan sikapnya terhadap surat dan keterangan hasil penelitian yang diberikan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Brawijaya (UB).
Hasil penelitian itu dipermasalahkan warga peduli mata air, dan menganggap penelitian PPLH hanya 'akal-akalan' saja. Hasil penelitian cenderung mendukung kebijakan pemerintah kota (pemkot) yang tak ingin mencabut ijin pembangunan Hotel The Rayja.
"Kita curiga dengan penelitian di mata air Umbul Gemulo yang dilakukan PPLH UB adalah 'pesanan'. Penilitian ini dilakukan dan mampu diselesaikan dalam waktu 15 hari saja. Padahal idealnya, penelitian seperti ini memakan waktu selama 5-7 bulan," ujar H.Rudi, ketua FMPMA (Forum Masyarakat Peduli Mata Air-red), saat dikonfirmasi Minggu (3/3).
Kecurigaan warga bertambah ketika PPLH bersedia melakukan penelitian di tengah adanya konflik antara The Rayja dengan warga peduli mata air. Apalagi saat itu, Pemkot Batu sudah berencana untuk melakukan pencabutan ijin pendirian Hotel The Rayja. Namun akibat kemunculan hasil penelitian PPLH, pemkot urung untuk melakukan pencabutan izin.
Warga mulai berharap cemas jika perjuangan yang mereka lakukan untuk menyelamatkan sumber mata air Umbul Gemulo akan menemui jalan buntu atau gagal. Karena sebelumnya Komisi Pelayanan Publik (KPP) Jatim yang juga ikut menjadi mediator menyatakan bahwa tidak ada yang salah terhadap kebijakan yang dibuat pemkot yang diwakili KPPT (Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu).
Dijelaskan Wakil Ketua KPP Jatim, Immanuel Yosua, dari memediasi antara pengadu dengan pihak KPPT sebagai terlapor tidak ada yang salah dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) The Rayja. Artinya KPPT menerbitkan IMB kepada pihak The Rayja sudah sesuai dengan standar pelayanan publik (SPP) yang dibuat pada 2011 lalu.
"Dalam SPP tersebut memang tidak menyebutkan The Rayja harus mendapatkan dokumen UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan) dan UPL (Upaya Pengendalian Lingkungan," ujar Yosua.
Dalam masalah ini KPPT hanya sebagai finishing dan eksekutor. Setelah semua persyaratan terpenuhi, sudah tugas dari KPPT untuk menerbitkan IMB.
Yoshua menceritakan bahwa mediasi telah dilakukan dengan pihak pengadu dan teradu di Surabaya pada Kamis (28/2/2013). Hadir dari pihak pengadu anggota FMPMA, Imam Yunanto, sedangkan pihak KPPT diwakili oleh M Syamsul Bakri.
Dari mediasi tersebut tidak ada rekomendasi untuk KPPT, Yosua mengatakan, hanya ada berita acara berisi kesepakatan bahwa persoalan laporan terhadap KPPT sudah selesai. Pengadu sudah memahami proses pelayanan di KPPT terkait IMB The Rayja.
"Karena pengadu hanya melaporkan KPPT saja, masalah itu sudah cukup di sini. Dan, pengadu boleh mengakses data perizinan ke KPPT," katanya.
Sementara itu, pengadu, Imam Yunanto mengaku menerima putusan mediasi itu, namun, masih banyak warga yang belum menerimanya. Karena itu, warga yang mengatasnamakan FMPMA akan mengadukan lagi kasus ini kepada KPP sembari menunggu hasil rekomendasi dari Ombudsman RI.
"Kami akan tetap melaporkan KPPT, Bappeda, KLH, dan BPN supaya ditindaklanjuti KPP. Persoalannya keluarnya IMB itu melalui proses paralel," ujar Imam Yunanto. [nas]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar