Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, 19-12-2013
Setelah mengalami
penundaan terkait pergantian majelis hakim, pasca dikabulkannya tuntutan
masyarakat agar dihadirkan hakim bersertifikasi lingkungan, dalam
memimpin sidang gugatan the Rayja terhadap warga yang mempertahankan
kelestarian sumber air Umbul Gemulo. Hari
ini, Kamis (19/12/2013) agenda persidangan dimulai kembali dengan
dipimpin oleh Eddy Parulian Siregar, SH, MH sebagai hakim yang telah
memiliki sertifikasi lingkungan.
Dalam agenda sidang yang
menjadwalkan jawaban tergugat, yaitu H. Rudy koordinator Forum
Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA), Tim Hukum Pembela Mata Air
menyiapkan jawaban sepanjang 18 halaman untuk meminta majelis hakim
menolak gugatan pihak the Rayja dan mengabulkan gugatan rekonvensi yang
dilakukan warga demi membela kelestarian sumber mata air Umbul Gemulo
yang akan terancam dengan pembangunan Rumah Peristirahatan the Rayja di
wilayah tersebut.
Dalam jawabannya FMPMA menyatakan gugatan
Penggugat tidak memenuhi syarat formil karena gugatan penggugat tidak
jelas menjelaskan apakah gugatan ini gugatan perwakilan atau tidak,
dalam jawaban tersebut tergugat menyatakan gugatan tersebut kurang pihak
seharusya pemerintah kota juga menjadi pihak tergugat.
Dalam
persidangan tersebut FMPA juga mengajukan gugatan balik
(rekonvensi)gugatan tersebut merupakan respon FMPMA atas fakta
serangkaian pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pengugat, sehingga
merugikan FMPA. Kerugian seluruh anggota FMPA sebesar 318 Milliar dengan
rincian kerugian materiil maupun imateriil.
Menurut salah satu
Tim Hukum Pembela Mata Air Muhnur Satyahapabu,SH jawaban sekaligus
gugatan balik ini adalah satu upaya legal bahwa siapapun aktivis
lingkunga yang digugat dapat mengajukan perlawanan karena secara norma
hukum aktivis lingkungan dilindungi.”kami sebagai kuasa hukum FMPA
sengaja mengajukan gugatan balik kepada pihak investor karena kerugian
kami sangat riil dan mengancam. Nilai 318 M bukanlah nilai yang pantas
atas kerugian lingkungan yang diderita masyarakat” ujar Muhnur
Satyahaprabu;
Majelis baru yang dipimpin oleh Eddy Parulian
Siregar, diakhir persidangan menyatakan bahwa majelis hakim tidak bisa
diintervensi dengan cara-cara apapun termasuk melakukan intervensi
dengan memberikan uang. Ketua majelis hakim memberitahukan bahwa
siapapun yang bermaksud melakukan intervensi maka segara akan dilaporkan
ke KPK maupun penegak hukum yang lain.
Lebih lanjut Muhnur
menyambut baik ketua Majelis hakim, karena secara terbuka menyatakan
bahwa majelis hakim tidak bisa disuap dan menginginkan proses yang
seimbang dan transparan. “Komitmen ketua majelis hakim agar perkara ini
bebas suap harus diapresiasi dan didukung, biarkan bukti dan argumentasi
hukum yang mendasari putusan bukan uang dan kolusi yang mendasarinya”
tandasnya.
Pernyataan Majelis Hakim ini menjadi angin segar
bagi pembelaan lingkungan yang dilakukan warga hingga saat ini. Namun
demikian, Ketua Divisi advokasi dan Kampanye Walhi Jatim, Rere
Christanto yang turut hadir bersama warga dalam persidangan menyatakan
bahwa komitmen Majelis hakim bahwa mereka tidak bisa diintervensi perlu
terus mendapatkan pengawasan. “Itu pernyataan yang cukup bagus mengingat
kondisi peradilan sekarang ini, namun pernyataan saja tidak cukup, kami
terus akan melakukan pengasawan, tentunya bersama masyarakat dan
jaringan masyarakat sipil yang lain” tegas Rere.
Warga yang
hadir dalam persidangan juga menyambut baik pergantian majelis baru yang
memimpin persidangan ini. Nugroho salah koordinator aksi FPMA dalam
aksinya juga menyatakan optimis bahwa persidangan ini akan berlangsung
tanpa ada makelar kasus, “Kami warga senang dengan pernyataan ketua
majelis, walaupun begitu kami akan terus melakukan aksi selama
persidangan berlangsung kami juga sudah menyurati Komisi Yudisial agar
kasus ini menjadi perhatian di Jakarta” tambah Nugroho. (*)
CP: Rere Christanto – Ketua Divisi Advokasi dan Kampanye WALHI Jawa Timur
0838 576 42 883
Tidak ada komentar:
Posting Komentar