Rabu, 23 Juli 2014

Hakim Tolak Gugatan The Rayja Hotel Batu

Memoarema,com Selasa, 22/07/2014 14:09 WIB

* Menangkan Pejuang Sumber Mata Air Gemulo*

Ratusan warga Kota Batu kembali mendatangi PN Malang untuk menyaksikan putusan sidang H Rudi yang telah digugat oleh Rayja Resort, Senin (21/7) sekitar pukul 10.00. Dalam sidang itu Majelis Hakim bersertifikasi lingkungan, Bambang Heri Mulyono SH menolak semua gugatan pihak The Rayja.
Namun sebaliknya, majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan rekonvensi/gugatan balik dari H Rudi. Diantarnya menyatakan tergugat rekonvensi melawan hukum karena tidak memiliki ijin mendirikan Rayja di wilayah konservasi yang jaraknya 150 meter dari sumber mata air Gemulo, menghentikan pembangunan The Rayja.
Selain itu mejelis hakim meminta The Rayja membayar ganti rugi sebesar Rp 2 juta kepada H Rudi. Hakim menilai bahwa gugatan itu adalah gugatan pribadi. Padahal H Rudi sebelumnya mengajukan ganti rugi per orang sebesar Rp 2 juta untuk 9000 warga pengguna Sumber Air Gemulo. Membebani biaya perkara sebesar Rp 3.001.000 kepada pihak The Rayja.
Sebelum mengakhiri sidang, mejelis hakim sempat memberikan kalimat menarik yang mendapat pujian dari warga. “Jangan memberikan warisan air mata kepada anak kita, tapi wariskanlah mata air,” ujar Bambang.
H Rudi, koordinator FMPMA (Forum Masyarakat Perduli Mata Air) Kota Batu, langsung disambut oleh ratusan warga Kota Batu yang berada di depan PN Malang. Sebagai rasa syukur, mereka mengelar doa bersama untuk kelangsungan sumber mata air.
Munhur Satyahaprabu, Advokad H Rudi dan warga, usai persidangan mengatakan bahwa putusan ini sudah tepat. “Alhamdulillah. Ini sebagai kemenangan hukum bahwa pejuang lingkungan dilindungi undang-undang. Ini sudah sesuai fakta dan sebuah putusan yang baik,” ujar Munhur.
Sementara itu Sumardan SH, kuasa hukum pihak The Rayja mengatakan bahwa pihaknya akan akan menggunakan upaya hukum karena putusan majelis hakim dirasa tidak tepat.
“Kalau ijin dianggap tidak sah, itu kesalahan pemerintah dan tidak bisa dibebankan klien kami. Hakim tidak tepat kalau kesalahan dibebankan kepada klien kami. Jelas ini tidak adil. IMB itu sah dari Pemkot Batu. Seharusnya kalau IMB dipermasalahkan, harus dilakukan di PTUN,” ujar Sumardan.
Sumardan juga menilai putusan itu tidak sesuai fakta dikarenakan jarak pembangunan gedung Rayja berjarak lebih dari 200 meter dari Sumber Mata Air Gemulo.
“Kalau jarak dengan pagar, memang iya. Tapi dari pagar sampai bangunan akan ditanami tanaman. Kalau bangunannya lebih dari 200 meter jika diukur jarak dari Sumber Mata Air Gemulo. Kita akan banding,” ujar Sumardan.
Sumardan juga menyayangkan laporannya ke Polres Batu yang hingga setahun ini belum ada penanganan.
“Kita sudah melaporkan H Rudi ke Polres Batu terkait laporan pidana. Kapolres batu tidak boleh tebang pilih. Kalau kasus ini tidak ditangani, kemana warga akan melakukan pengaduan. Terkait pidana itu, kita melaporkan Pasal 160 KUHP, Pasal 170 KUHP dan Pasal 335 KUHP,” ujar Sumardan.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, ratusan warga berorasi depan PN Malang, pada, Selasa (19/11) sekitar pukul 09.00. Tentunya para warga ini tidak setuju dengan diteruskannya pembangunan The Rayja Resort. Mereka menganggap bahwa pembangunan Rayja jika diteruskan akan merusak sumber mata air Umbul Gemulo.
Menurut keterangan Imam Yunanto, koordinator aksi warga, bahwa dukungan ini adalah kehendak masyarakat yang berdekatan dengan Sumber Air Umbul Gemulo.
“Jelas gugatannya ini tidak masuk akal dan dibuat-buat. Kita akan melakukan pengawalan disetiap sidang dan bahkan yang datang kesini akan lebih banyak lagi,” ujar Imam.
H Rudi sama sekali tidak gentar dengan adanya gugatan perdata dari Rayja Resort. “Ini sama sekali tidak membuat langkah kita terhenti untuk memperjuangkan sumber air Umbul Gemulo. Kita malah lebih kuat dan solid. Kami semua warga dari empat desa dengan 9000 warga akan bersatu memperjuangkan Sumber Mata Air Umbul Gemulo. Warga dalam memperjuangkan ini telah mendapat dukungan dan suport dari MCW, LBH, Walhi Jatim dan Walhi Nasional serta banyak lagi yang senantiasa memberikan dukungan untuk warga,” ujar H Rudi.
Sebelumnya, H Rudi telah digugat oleh pihak Rayja sebesar Rp 30 juta karena dianggap melakukan perbuatan melawan hukum menghambat pembangunan Rayja, pada 22 Agustus 2013. Menurut warga, bahwa H Rudi digugat karena sering mengirim surat kepada instansi-instansi terkait seperti Walhi, Ombudsmen dan pihak-pihak lainnya terkait pembangunan Rayja.
Gugatan itu dianggap warga sama sekali tidak masuk akal. Oleh warga pembangunan ini dianggap cukup berbaya terhadap lingkungan karena jaraknya hanya sekitar 150 meter dari sumber mata air. (gie)

 

Kisah Sukses Warga Batu Malang Selamatkan Sumber Mata Air

Hari Senin, tanggal 21 Juli 2014 kemarin menjadi hari yang bersejarah bagi masyarakat dari tiga desa yakni Desa Bulukerto dan Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji serta desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Malang, Jawa Timur. Perjuangan mereka melestarikan sumber mata air Umbul Gemulo menuai hasil sukses.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Malang dalam sidangnya memutuskan PT. Panggon Sarkarya Sukses Mandiri menyalahi hukum mendirikan Hotel The Rayja yang mempengaruhi mata air Umbul Gemulo.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan pembangunan hotel tidak memenuhi syarat perizinan lingkungan karena rekomendasi IMB (izin mendirikan bangunan) tidak mempertimbangkan UKL/UPL lingkungan. IMB menjadi cacat hukum karena lokasi pembangunan Hotel The Rayja berjarak 150 meter dari kawasan konservasi.  Akan tetapi Majelis Hakim menolak mengabulkan pengajuan ganti rugi dari 9000 warga, karena harus diajukan atas nama individu.
Oleh karena itu, PT. Panggon Sarkarya Sukses Mandiri diharuskan menghentikan pembangunan Hotel The Rayja dan harus membayar ganti rugi terhadap penggugat rekonvensi yaitu H. Rudi sebesar Rp2 juta, serta menghukum Tergugat Rekonvensi membayar biaya perkara sebesar Rp3 juta + Rp1ribu.
“Ini adalah kemenangan warga yang selama ini berjuang untuk menyelamatkan sumber mata air. Walaupun kami dikriminalisasi kami tetap terus berjuang. Putusan ini cambuk buat Pemerintah Kota Batu yang tidak tanggap dan peduli terhadap kerusakan lingkuungan, khususnya sumber mata air,” kata H. Rudi kepada Mongabay.
Ke depan, lanjut Rudi, Pemkot Batu harus selektif memberikan izin pembangunan yang tidak berdampak buruk terhadap lingkungan dan sosial.
Sebelumnya, pihak Hotel The Rayja menggugat H. Rudi, perwakilan FMPMA (Forum Masyarakat Peduli Mata Air) karena dianggap memprovokasi aksi penolakan terhadap pembangunan Hotel The Rayja. Aksi masyarakat ini ternyata mendapat dukungan Kementrian Lingkungan Hidup, Ombudsman, dan Komnas HAM yang kesemuanya menyatakan bahwa pembangunan hotel the Rayja telah melanggar berbagai peraturan dan perundang-undangan.

Dukungan tersebut membuat masyarakat melakukan gugatan balik (rekonvensi) terhadap pihak Hotel The Rayja. Proses persidangan gugatan balik masyarakat makin menguat dengan penggantian hakim bersertifikasi lingkungan yang memimpin sidang ini.
Kehadiran hakim bersertifikasi lingkungan sesuai Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 134/KMA/SK/IX/2011 tentang penerbitan Sertifikasi Hakim Lingkungan pada persidangan ini terbukti menjadi faktor pendukung bagi penegakan hukum pada konflik yang berkaitan dengan persoalan lingkungan hidup
“Kami sangat senang karena keadilan dan perlindungan terhadap lingkungan masih bisa diharapkan dan perlindungan terhadap pejuang lingkungan bener-benar ditegakkan sesuai undang-undang lingkungan hidup,” kata Ony Mahardika, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur kepada Mongabay.
Ony mengatakan pihak pengelola Hotel The Rayja harus mematui keputusan pengadilan bahwa tidak boleh melanjutkan pembangunan Hotel. “Selain itu, seluruh warga Jawa Timur jangan pernah takut untuk memperjuangkan lingkungannya karena dilindungi oleh UUD 1945  dan UU lingkungan,” katanya.
Ony menambahkan suksesnya perjuangan masyarakat membuktikan bahwa Pasal 66 UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang dengan tegas telah menyatakan bahwa “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata” bisa menjadi pijakan yang kuat bagi semua orang untuk tidak takut dalam usahanya memperjuangkan lingkungan hidup.
“Kita patut apresiasi perjuangan untuk mendapatkan lingkungan hidup yang lestari dan berkelajutan dengan menjadikan tanggal 21 Juli 2014 sebagai “Hari Pejuang Lingkungan Hidup” sebagai pengingat bahwa semua pejuang Lingkungan Hidup memiliki perlindungan hukum dalam memperjuangkan hak-haknya,” pungkas Ony.
Sedangkan Muhnur Satyahaprabu selaku penasihat hukum warga kepada Mongabay mengatakan mereka siap menghadapi banding pihak Hotel The Rayja.

Selasa, 22 Juli 2014

Wali Kota Batu Dilaporkan Polisi

Muchammad Nasrul Hamzah - Selasa, 22-07-2014 17:16
 Malang, Aktual.co — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jatim melaporkan Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko kepada pihak Polda Jatim terkait kasus sumber mata air Gemulo di Batu, Malang, Jawa Timur, Selasa (22/7).

Bersama Wali Kota Batu, Kepala KPPT Kota Batu, 3.Direktur PT. Panggon Sarkarya Sukses Mandiri Sdr Willy Suhartanto juga dilaporkan karena diduga melakukan tindak pidana lingkungan.

"Hari ini kami melaporkan kasus hotel pembangunan The Rayja ini ke Polda Jatim," kata Dewan Walhi Jatim, Purnawan Adhi Negara, kepada Aktual.co.

Alasan dilaporkannya beberapa pihak diatas, utamanya Wali Kota Batu, kepada Polda Jatim adalah masalah strategi, pasalnya Kapolresta Batu, masuk dalam forum Muspida.

"Ini hanya masalah strategi, alasan ke Polda masuk dalam strategi kami," tutur Purnawan.

Wali Kota Batu dan Kepala KPPT Kota Batu, oleh Walhi dianggap telah salah dalam memberikan ijin berdirinya Hotel Rayja diatas sumber mata air Gemulo di Batu.

"Kami melihat pemerintah salah memberikan ijin karena bangunan itu diatas sumber mata air," tegas Pupung.
Sukardjito -

Hotel The Rayja Batu Dipolisikan

www.actual.co
Muchammad Nasrul Hamzah - Rabu, 23-07-2014 06:02
 Malang, Aktual.co — Langkah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur dalam advokasi kasus sumber mata air Gemulo di Kota Batu, Jawa Timur, kini masuk dalam ranah hukum.

Pembangunan Hotel The Rayja diatas mata air sumber Gemulo, yang sempat mendapat penolakan dari masyarakat sekitar kini sudah berada ditangan aparat penegak hukum.

Wali Kota Batu, Kepala KPPT Kota Batu, dan juga pihak The Rayja kini dilaporkan kepada Polda Jatim oleh Walhi.

Kuasa hukum Walhi, Muhnur Satyahaprabu, Manager Kebijakan dan Pembelaan Hukum Eksekutif Nasional Walhi, kepada Aktual.co menegaskan pihaknya pada hari ini, Selasa (22/7) sudah mendatangi pihak Polda Jatim guna melaporkan ketiga pihak itu.

"Kami sudah laporkan, termasuk Wali Kota Batu," kata Muhnur, lewat sambungan selulernya.

Menurutnya, izin mendirikan bangunan hotel Rayja ini tidak ada izin lingkungan, dimana Rayja akan mengganggu sumber mata air.

"IMB ada namun tanpa adanya izin lingkungan, ini sudah menabrak UU Lingkungan," tutur Muhnur.

Beberapa pasal yang ditabrak dengan adanya bangunan itu adalah pasal 36, 109, 111 dan 114, dimana ancaman hukumnya yakni 3 tahun penjata dan denda Rp 3 milya rupiah.

"Ini kami sudah melapor, menunggu dibuatkan berita acara, untuk gugatan kepada Wali Kota Batu, kami masih harus melengkapi kembali," tegas Muhnur.

KPPT Kota Batu, oleh Walhi Jatim diduga telah mengeluarkan ijin pendirian bangunan tanpa mengindahkan lingkungan setempat, dimana area Hotel Rayja berdiri masih terdapat mata air.

"Untuk Wali Kota Batu kami masukkan dalam gugatan karena mendiamkan hal itu, melakukan pembiaran, jadi masuk klasifikasi," papar Muhnur.

Walhi Laporkan Kasus Umbul Gemulo ke Polda Jatim

Selasa, 22 Juli 2014 22:28 WIB

SURYA Online, SURABAYA - Umbul Gemulo merupakan salah satu sumber air terbesar di Malang dan selama ini mengairi tiga wilayah, Kota Batu, Kota Malang dan Kabupaten Malang.
Selain untuk kebutuhan rumah tangga dengan dialirkan lewat Hipam, air dari Umbul Gemulo juga untuk irigasi, perikanan dan sebagainya. Karena itulah, warga protes ketika di atas sumber air tersebut dibangun hotel.
Walhi juga melaporkannya ke Polda Jatim, Selasa (22/7/2014), karena menganggap bahwa izin yang dikeluarkan Wali Kota Batu Edi Rumpoko salah prosedur dan mendesak pembangunan hotel dihentikan dan izinnya dicabut.
Menurut Abdul Rohman, Divisi Hukum Walhi Jatim, sejak ada pembangunan hotel yang dirasa berdampak terhadap sumber air itu, sekitar sembilan ribu warga dari enam desa terus berjuang dan memprotes keras, bahkan sudah sampai di persidangan.
“Akibat pembangunan hotel itu, debit air Sumber Gemulo berkurang dan ini merupakan kejahatan lingkungan,” tegasnya.

Wali Kota Batu Dilaporkan ke Polda Jatim

Selasa, 22 Juli 2014 22:33 WIB
Surya Online Surabaya.
 Wali Kota Batu Edi Rumpoko dilaporkan ke Polda Jatim oleh Walhi, Selasa (22/7/2014). Orang nomor satu di Kota Batu itu dianggap telah melakukan kejahatan lingkungan karena mengeluarkan izin pembangunan hotel di atas lokasi sumber air Umbul Gemulo di Batu.
Selain Wali Kota Edi Rumpoko, dalam laporan Walhi Jawa Timur ini juga ada tiga terlapor lain, yakni Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu, M Samsul Bakri, Direktur PT Panggoan Sarkarya Sukses Mandiri, Wili Suhartanto dan PT Panggon Sakarya Sukses Mandiri secara kelembagaan.
“Ada empat terlapor dalam perkara ini. Dan terlapor utamanya adalah Wali Kota Batu Edi Rumpoko,” kata Abdul Rohman, Divisi Hukum Walhi Jatim saat di SPKT Polda Jatim, Selasa (22/7/2014) sore.
Menurut Rohman, pembangunan hotel di atas sumber air Umbul Gemulo harus dihentikan dan izinnya dicabut sebab pembangunan itu melanggar ketentuan dan sangat merugikan masyarakat lantaran berdampak pada volume air. Debit air Sumber Gemulo berkurang.
“Izin yang dikeluarkan itu jelas salah. Tanpa ada kajian hukum yang benar, dan dolumen UKL-UPL nya juga abal-abal. Jadi izin harus dicabut dan pembangunan hotel itu harus dihentikan supaya tidak merusak lingkungan,” tandasnya.
Buktinya, lanjut Rohman, dokumen lingkungan dalam perizinan dari pemerintah itu tidak sesuai dengan kajian lingkungan yang dilakukan oleh Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini dilakukan setelah izin keluar, dan hasilnya memang tidak sesuai dengan dokumen UKL-UPL yang ada terkait perizinan hotel tersebut.
Dicontohkan, dari penelitian yang dilakukan Unibraw dinyatakan bahwa pengerukan tanah di atas sumber air itu maksimal hanya lima meter. Tapi, di UKL-UPL tersebut malah hotel dibangun dengan baseman yang kedalamannya mencapai sepuluh meter.  “Ini jelas melanggar,” tandasnya.
Berjarak sekitar 150 meter di atas sumber air Umbul Gemulo, sejak tiga tahun lau dibangun hotel bintang empat. Sejak pembangunan dilakukan, debit air dari sumber air ini mulai dirasa perubahannya oleh warga. “Menurut warga, sejak awal pembangunan hotel itu, debit air terus menurun,” ujar Rohman.

Senin, 21 Juli 2014

PN Malang: Hentikan Pembangunan The Rayja Hotel di Kota Batu




MALANGTIMESLathif Anshori 21-07-2014 - 15:15 WIB Hari ini mungkin hari yang paling membahagiakan bagi ribuan masyarakat Dusun Gemulo Desa Bulukerto Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Pasalnya, pada hari ini 21/7/2014 Pengadilan Negeri Kota Malang mengabulkan gugatan ribuan masyarakat itu yang meminta penghentian pembangunan. Dan ternyata, majelis hakim juga memutus dab memerintahkan pembangunan The Rayja Resort dihentikan. “Jangan mewarisi anak kita dengan air mata, tetapi wariskanlah mata air,” ucap hakim di PN Kota Malang siang ini.
Begitu mendengar putusan majelis hakim ratusan masyarakat Gemulo yang mengikuti siding langsung menyambut dengan suka cita. disambut sukacita warga Gemulo. Bahkan mereka sempat bertepuk tangan riuh di dalam ruang sidang.”Kami rasa ini adalah kemenangan masyarakat Kota Batu utamanya Gemulo. Kami bersyukur atas putusan ini,” ujar tokoh perlawanan The Rayja, H.Rudy.
Majelis hakim yang dipimpin Bambang H Mulyono menganggap jarak antara sumber mata air dan bangunan The Rayja terlalu dekat. Dari jarak minimal 200 meter, jarak bangunan ternyata hanya 150 meter. “Majelis hakim sudah memutus dengan cermat dan sudah pas. Termasuk jarak bangunan The Rayja yang hanya 150 meter ke sumber mata air Gemulo,” katanya.
Sementara itu kuasa hukum The Rayja, Sumardan, SH menganggap putusan majelis hakim itu kurang tepat. Menurutnya bangunan The Rayja bisa berdiri karena Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ada. Dan IMB ada karena memang Pemkot Batu menggeluarkan.“Klien kami sudah mendapatkan IMB. Pemkot Batu sudah mengeluarkan itu. Apa salah klien kami,” katanya.
Oleh karenanya Sumardan memastikan akan banding atas putusan hakim itu. “Kami akan banding. Ini putusan yang tidak tepat,” katanya. (tif/rin)

9 Ribu Warga Gemulo Kota Batu Menang Gugatan



TRIBUNNEWS.COM, MALANG- Majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Malang menolak gugatan perdata The Rayja atas koordinator Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA), H Rudy. Sebaliknya, majelis hakim justru mengabulkan sebagian gugatan rekovensi (gugatan balik) warga Gemulo.
Dalam amar putusan yang dibacakan pada Senin (21/7/2014), Ketua Majelis Hakim Bambang H Mulyono SH menolak semua poin gugatan The Rayja. The Rayja juga dibebani biaya perkara Rp 3.001.000. Sementara gugatan rekovensi H Rudy dianggap sebagai gugatan pribadi dan bukan gugatan yang mewakili warga.
Majelis hakim mengabulkan gugatan ganti rugi yang diajukan H Rudy, sebesar Rp 2.000.000. Sebelumnya H Rudy mengajukan ganti rugi Rp 2.000.000 per orang, untuk 9.000 warga pengguna mata air Gemulo. Total ganti rugi yang mencapai Rp 18 miliar tersebut ditolak majelis hakim.
Mejelis hakim menilai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) melanggar hukum. Salah satunya karena jarak sumber mata air ke bangunan hanya 150 meter. Padahal jarak minimum seharusnya 200 meter.  Karena itu majelis hakim memerintahkan, agar pembangunan The Rayja dihentikan.
“Jangan mewarisi anak kita dengan air mata, tetapi wariskanlah mata air,” ucap hakim bersertifikasi lingkungan ini, menyelingi putusannya.
Putusan majelis hakim disambut sukacita warga Gemulo. Bahkan mereka sempat bertepuk tangan riuh di dalam ruang sidang. Ratusan orang warga Gemulo kemudian membacakan doa ucapan syukur di halaman depan PN Kota Malang.
Sebelumnya warga pengguna mata air Gemulo di Bumiaji, Kota Batu menggelar aksi penolakan pembangunan The Rayja karena dianggap akan mematikan mata air tersebut. The Rayja kemudian melaporkan warga, karena dianggap melakukan perusakan dan menghalangi pembangunan The Rayja.
Dalam gugatan perdata di PN Kota Malang tersebut, The Rayja minta ganti rugi sebesar Rp 2 miliar.

Putusan Hakim PN Kota Malang Memenangkan Warga Gemulo






surya/david yohannes, Senin (21/7/2014).
SURYA Online, MALANG - Majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Malang menolak gugatan perdata The Rayja atas koordinator Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA), H Rudy.
Sebaliknya, majelis hakim justru mengabulkan sebagian gugatan rekovensi (gugatan balik) warga Gemulo.
Dalam amar putusan yang dibacakan Senin (21/7/2014), Ketua Majelis Hakim Bambang H Mulyono SH, menolak semua poin gugatan The Rayja.
The Rayja juga dibebani biaya perkara Rp 3.001.000. Sementara gugatan rekovensi H Rudy dianggap sebagai gugatan pribadi dan bukan gugatan yang mewakili warga.
Majelis hakim mengabulkan gugatan ganti rugi yang diajukan H Rudy, sebesar Rp 2.000.000.
Sebelumnya H Rudy mengajukan ganti rugi Rp 2.000.000 per orang, untuk 9.000 warga pengguna mata air Gemulo.
Total ganti rugi yang mencapai Rp 18 miliar tersebut ditolak majelis hakim.
Majelis hakim menilai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) melanggar hukum.
Salah satunya karena jarak sumber mata air ke bangunan hanya 150 meter. Padahal jarak minimum seharusnya 200 meter.
Karena itu majelis hakim memerintahkan, agar pembangunan The Rayja dihentikan.
“Jangan mewarisi anak kita dengan air mata, tetapi wariskanlah mata air,” ucap hakim bersertifikasi lingkungan ini, menyelingi putusannya.
Putusan majelis hakim disambut sukacita warga Gemulo. Bahkan mereka sempat bertepuk tangan riuh di dalam ruang sidang.
Ratusan orang warga Gemulo kemudian membacakan doa ucapan syukur di halaman depan PN Kota Malang.