Majelis hakim Pengadilan Negeri Malang dalam sidangnya memutuskan PT. Panggon Sarkarya Sukses Mandiri menyalahi hukum mendirikan Hotel The Rayja yang mempengaruhi mata air Umbul Gemulo.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan pembangunan hotel tidak memenuhi syarat perizinan lingkungan karena rekomendasi IMB (izin mendirikan bangunan) tidak mempertimbangkan UKL/UPL lingkungan. IMB menjadi cacat hukum karena lokasi pembangunan Hotel The Rayja berjarak 150 meter dari kawasan konservasi. Akan tetapi Majelis Hakim menolak mengabulkan pengajuan ganti rugi dari 9000 warga, karena harus diajukan atas nama individu.
Oleh karena itu, PT. Panggon Sarkarya Sukses Mandiri diharuskan menghentikan pembangunan Hotel The Rayja dan harus membayar ganti rugi terhadap penggugat rekonvensi yaitu H. Rudi sebesar Rp2 juta, serta menghukum Tergugat Rekonvensi membayar biaya perkara sebesar Rp3 juta + Rp1ribu.
“Ini adalah kemenangan warga yang selama ini berjuang untuk menyelamatkan sumber mata air. Walaupun kami dikriminalisasi kami tetap terus berjuang. Putusan ini cambuk buat Pemerintah Kota Batu yang tidak tanggap dan peduli terhadap kerusakan lingkuungan, khususnya sumber mata air,” kata H. Rudi kepada Mongabay.
Ke depan, lanjut Rudi, Pemkot Batu harus selektif memberikan izin pembangunan yang tidak berdampak buruk terhadap lingkungan dan sosial.
Sebelumnya, pihak Hotel The Rayja menggugat H. Rudi, perwakilan FMPMA (Forum Masyarakat Peduli Mata Air) karena dianggap memprovokasi aksi penolakan terhadap pembangunan Hotel The Rayja. Aksi masyarakat ini ternyata mendapat dukungan Kementrian Lingkungan Hidup, Ombudsman, dan Komnas HAM yang kesemuanya menyatakan bahwa pembangunan hotel the Rayja telah melanggar berbagai peraturan dan perundang-undangan.
Kehadiran hakim bersertifikasi lingkungan sesuai Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 134/KMA/SK/IX/2011 tentang penerbitan Sertifikasi Hakim Lingkungan pada persidangan ini terbukti menjadi faktor pendukung bagi penegakan hukum pada konflik yang berkaitan dengan persoalan lingkungan hidup
“Kami sangat senang karena keadilan dan perlindungan terhadap lingkungan masih bisa diharapkan dan perlindungan terhadap pejuang lingkungan bener-benar ditegakkan sesuai undang-undang lingkungan hidup,” kata Ony Mahardika, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur kepada Mongabay.
Ony mengatakan pihak pengelola Hotel The Rayja harus mematui keputusan pengadilan bahwa tidak boleh melanjutkan pembangunan Hotel. “Selain itu, seluruh warga Jawa Timur jangan pernah takut untuk memperjuangkan lingkungannya karena dilindungi oleh UUD 1945 dan UU lingkungan,” katanya.
Ony menambahkan suksesnya perjuangan masyarakat membuktikan bahwa Pasal 66 UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang dengan tegas telah menyatakan bahwa “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata” bisa menjadi pijakan yang kuat bagi semua orang untuk tidak takut dalam usahanya memperjuangkan lingkungan hidup.
“Kita patut apresiasi perjuangan untuk mendapatkan lingkungan hidup yang lestari dan berkelajutan dengan menjadikan tanggal 21 Juli 2014 sebagai “Hari Pejuang Lingkungan Hidup” sebagai pengingat bahwa semua pejuang Lingkungan Hidup memiliki perlindungan hukum dalam memperjuangkan hak-haknya,” pungkas Ony.
Sedangkan Muhnur Satyahaprabu selaku penasihat hukum warga kepada Mongabay mengatakan mereka siap menghadapi banding pihak Hotel The Rayja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar