Senin, 27 Januari 2014

WALHI : KERUSAKAN LINGKUNGAN DI MALANG RAYA MENGKHAWATIRKAN

Senin, 27 Januari 2014 | 11:40
 /kominfo.jatimprov.go.id
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menemukan bahwa kerusakan lingkungan di wilayah Malang Raya telah sampai pada titik yang mengkhawatirkan. Konfigurasi titik  mata air dan kebutuhan mata air di Malang Raya menunjukkan kecenderungan kritis. Kabupaten Malang misalnya,  memiliki 873 sumber air dengan debit airnya bervariatif antara 1 liter perdetik sampai 4 ribu liter perdetik. Tahun 2008 tercatat sepertiga dari sumber air yang ada mengalami penurunan debit air.
            Sementara itu, untuk keberadaan sumber mata air di Kota Batu, dari sebelumnya tercatat ada 111 titik kini telah mengalami kemerosotan. Dari 57 titik sumber air yang berada di Kecamatan Bumiaji, saat ini tinggal 28 titik. Sedangkan di Kecamatan Batu, dari 32 sumber air, kini tinggal 15 titik. Sementara itu sumber air di Kecamatan Junrejo, dari 22 titik sumber mata air, kini tersisa 15 titik.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Jatim, Ony Mahardika, Senin (27/1) mengatakan, data-data tersebut menunjukkan kegagalan Pemerintah Kota Batu menjaga keseimbangan ekosistem wilayah Kota Batu. Tindakan ini tidak bisa dibiarkan, sementara usaha pemulihan lingkungan tidak pernah dipikirkan,
Sementara itu, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Abetnego Tarigan mengingatkan bahwa pembangunan dan investasi yang tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan akan mempercepat bencana ekologis seperti yang sekarang tengah mengancam banyak wilayah di Indonesia.
            Pemerintah Kota Batu harus belajar dari banyaknya bencana ekologis yang menimpa wilayah-wilayah lain di Indonesia. Kalau Pemkot Batu membiarkan ketidaktaatan terhadap tata ruang, pengalihfungsian wilayah-wilayah serapan, serta penghancuran sumber mata air dan kerusakan keseluruhan ekosistem terus berlarut-larut, maka sesungguhnya Pemkot Batu tengah menggiring warganya menuju bencana yang lebih besar terang Abetnego yang turut hadir dalam aksi warga ini.
            Dikatakannya, bahwa pemaksaan pembangunan Rumah Peristirahatan dan Resort The Rayja yang mengancam keberlanjutan terhadap hak rakyat atas air adalah bentuk pelanggaran terhadap hak konstitusi warga dan hak asasi manusia. Pemerintah harus bertindak tegas! Hentikan pembangunan yang jelas-jelas mengancam keselamatan rakyat. “Jangan lagi menjadikan masyarakat sebagai tumbal investasi,” tegasnya.
            Sebelumnya, Kamis (23/1) sebanyak 7 ribu warga dari desa Bulukerto dan Bumiaji, Kecamatan Bumiaji serta desa Sidomulyo, Kecamatan Batu yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) melakukan aksi turun jalan untuk menuntut Walikota Batu, Edy Rumpoko mentaati rekomendasi Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan Ombudsman. Aksi ini dilakukan karena setelah sampai batas akhir pelaksanaan rekomendasi dari instansi-instansi negara tersebut, pihak Pemerintah Kota Batu tidak melaksanakan satupun tindakan yang diamanatkan dalam rekomendasi tersebut.
            Untuk diketahui, Pada 28 Agustus 2013, Kementrian Lingkungan Hidup mengeluarkan rekomendasi terkait kasus sumber mata air Umbul Gemulo, dimana rekomendasi KLH tersebut memerintahkan penghentian pembangunan Rumah Peristirahatan dan Resort The Rayja sebelum dipenuhinya dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) karena pembangunan The Rayja dianggap mengancam keselamatan sumber mata air Umbul Gemulo yang selama ini telah menjadi sumber air bersih warga. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2013 Ombudsman mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan bahwa Kepala Kantor Perijinan Terpadu Kota Batu harus diberi sangsi atas tindakannya memberi ijin pembangunan Rumah Peristirahatan dan Resort The Rayja. (jal)

Walikota Umroh, Warga Gemulo Luruk Balai Kota

Jumat, 24/01/2014 14:11 WIB

Memo Arema.com Untuk kesekian kalinya, warga 3 desa di sekitar Sumber Air Gemulo ngluruk Balai Kota Batu, Jl PB Sudirman, Kamis (23/1). Ribuan warga mendatangi Balai Kota dengan berjalan kaki dari desa mereka.
Sambil membawa spanduk bertuliskan “Walikota Tidak Bijak, Kami Tidak Akan Bayar Pajak” mereka terus berorasi di sepanjang jalan. Di depan kantor Balai Kota Batu sudah berjaga beberapa peleton pasukan pengendalian massa (Dalmas) dari Polres Batu dan Brimob. Ditempat ini, polisi juga memasang kawat berduri.
Kedatangan masyarakat beserta beberapa elemen organisasi kemasyarakatan dan LSM yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) mendatangi balai kota untuk menuntut Walikota Batu, Eddy Rumpoko untuk mentaati rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Ombudsman RI.
Yakni memberhentikan pembangunan hotel The Rayja yang dinilai mengancam kelestarian Sumber Air Gemulo yang dipergunakan warga Desa Sidomulyo, Desa Bulukerto dan Desa Bumiaji.
Arif Nugroho, Koordinator aksi menuding walikota telah melakukan pembangkangan terhadap hukum dan perundang-undangan. “Kalau walikota tidak mentaati rekomendasi Kemen LH dan Ombudsman artinya sama saja dengan mendirikan Negara di dalam Negara,” ujar Arif.

Menurutnya, di dalam surat Kemen LH ditunjukkan banyak aturan lingkungan hidup dan tata ruang yang dilanggar dalam pembangunan hotel tersebut. Karena itu, Kemen LH dan Ombudsman sama-sama merekomendasikan penghentian pembangunan.
Di tempat terpisah, H Rudi, tokoh FMPMA mengatakan bahwa masyarakat tidak anti pembangunan, namun bila pembangunan tersebut mengancam kelestarian lingkungan dan sumber air yang digunakan penduduk, maka warga tidak bisa mendiamkan hal tersebut.
“Kami tidak akan membiarkan lingkungan kami dihancurkan. Kami minta ketegasan pemerintah, mereka harusnya melindungi warganya, bukan melindungi kepentingan pemodal,” ujar H Rudi.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Jatim, Ony Mahardika menyebut Pemkot Batu telah gagal menjaga keseimbangan ekosistem di Kota Batu. “Kalau Pemkot Batu terus menutup mata terhadap fakta kerusakan yang sudah tampak jelas ini, maka ini indikasi bahwa pemerintah tidak berpihak kepada rakyat,” ujarnya.
Sesaat berorasi di depan Balai Kota, perwakilan pengunjukrasa diterima oleh Wakil Walikota Batu, Punjul Santoso didampingi jajarannya. Walikota Batu, Eddy Rumpoko saat itu sedang umroh hingga tidak bisa menemui para pengunjukrasa.
Diluar forum, para pengunjukrasa menggelar aksi teaterikal serta membaca istiqosah dan memotong tumpeng di depan Jl PB Sudirman. Beberapa jam di dalam ruang pertemuan, Punjul Santoso menemui par a pengunjukrasa dan menjelaskan hasil pertemuan.
Usai menemui pengunjukrasa, Punjul menjelaskan bahwa hotel The Rayja telah dihentikan pembangunannya sesuai dengan surat Sekretaris Daerah Kota Batu tertanggal 21 Juni 2013.
Terkait dengan aktifitas pembangunan fisik di lokasi pembangunan The Rayja, hal itu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya tanah longsor sesuai dengan hasil peninjauan lapangan oleh tim Kemen LH tanggal 22 Januari lalu.
“Terkait rekomendasi untuk mencabut IMB Hotel The Rayja nomor 180/550/IMB/422.208/2012 tertanggal 31 Agustus 2012 Pemkot Batu tidak dapat serta merta mencabut IMB yang dimaksud, kita harus menunggu keputusan hokum tetap,” ujar Punjul sembari mengatakan hal itu sesuai dengan Perda nomor 4 tahun 2011.
Saat ini, menurut Punjul Pemkot Batu sudah menindaklanjuti surat Kemen LH bahwa pembangunan hotel ini menunggu hasil penilaian dari dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal) yang saat ini masih dalam proses penyusunan.

Editor : Dhani

Minggu, 26 Januari 2014

Ribuan Warga Kota Batu Datangi Pemkot



23 Jan 2014 17:36:53| Peristiwa | Penulis : Endang Sukarelawati
Malang (Antara Jatim) - Ribuan warga Kota Batu, Jawa Timur, yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Mata Air, Kamis, mendatangi pemkot setempat menuntut agar pemerintah kota itu mencabut izin Hotel The Rayja yang dibangun di atas Sumber Umbul Gemulo.

Menurut juru bicara warga Imam Junanto, ada pelanggaran yang dilakukan Pemkot Batu dengan mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tetapi tidak disertai dengan dokumen analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal).

"Pemkot Batu tidak menaati rekomendasi Ombudsman dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mencabut IMB, bahkan aktivitas pembangunan The Rayja masih terus berlanjut. Dan, waktu 60 hari yang diberikan Ombudsman untuk menaaati rekomendasi juga tidak diindahkan Pemkot Batu," ucapnya disela-sela aksi.

Jika Pemkot Batu tak segera menindaklanjuti permasalahan Sumber Umbul Gemulo, katanya, warga mengancam tidak akan membayar pajak pada Pemkot Batu. Bahkan, warga juga siap untuk memutuskan pipa PDAM Batu yang selama ini mengambil air dari Sumber Umbul Gemulo.

Selain menyuarakan orasi dan aksi teaterikal, ribuan warga juga membentangkan poster yang bertuliskan "Wali Kota Batu Tidak Bijak, Kami Tidak Bayar Pajak, "Bumi Batu Bukan Untuk Perusak Lingkungan".

"Kami akan tetap berjuang untuk memperjuangkan sumber Umbul Gemulo. Kita akan tetap bersemangat," ujar salah satu warga ketika berorasi dihadapan ribuan warga Batu lainnya.

Aksi ribuan warga tesrebut mendapatkan pengawalan ketat dari petugas kepolisian, bahkan Balai Kota Batu dikelilingi dengan pagar kawar. "Kami di sini aksi damai, kami tidak akan berbuat anarkis, tapi mengapa balai kota harus dilindungi kawat, seakan-akan kami ini bukan masyarakat yang taat hukum," teriak salah seorang peserta aksi.

Sementara Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Abetnego Tarigan menilai Pemerintah Kota Batu tidak tegas dalam menangani permasalahan pembangunan hotel The Rayja di atas sumber mata air Gemulo. Sebab, meski dinilai menyalahi aturan, pemkot tak berani mencabut IMB The Rayja dengan dalih pencabutan izin harus melalui putusan pengadilan.

Ia mengatakan pencabutan IMB tak selalu harus melalui pengadilan. Pemkot Batu bisa saja mencabut jika ditemukan adanya pelanggaran.

Selain harus melalui putusan pengadilan, alasan Pemkot Batu tidak mencabut IMB The Rayja karena khawatir investor takut untuk menanamkan modal di Kota Batu.

Lebih lanjut Abetnego menilai Pemkot Batu justru tidak tegas dan tidak konsisten melakukan penegakan hukum. Saat ini izin bukan merupakan alat untuk mengatur sesuatu, namun izin justru dijadikan komoditas yang bisa diperjualbelikan.

"Kami tahu kalau banyak kepentingan dalam permasalahan The Rayja ini, tetapi kami berharap kepentingan rakyatlah yang harus didahulukan. Apalagi saat ini krisis air menjadi salah satu isu global," tegasnya.

Menanggapi tuntutan warga tersebut, Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso mengaku pemkot telah meminta pada pengembang The Rayja untuk menghentikan proses pembangunan di kawasan Sumber Umbul Gemulo sesuai surat Sekda tertanggal 21 Juni 2013.

Jika ada aktivitas pembangunan di kawasan tersebut, tegasnya, semata-mata hanya untuk menghindari adanya bahaya longsor. "Untuk pencabutan IMB tidak bisa dilakukan serta merta karena pembatalan IMB harus berdasarkan putusan pengadilan," tegas Punjul.(*)
Editor : Chandra Hamdani Noer

Kamis, 23 Januari 2014

7.000 Warga Peduli Air Demo Wali Kota Batu



Kamis, 23 Januari 2014 | 11:54 WIB

MALANG, KOMPAS.com - Sebanyak 7.000 warga peduli air Umbul Gemulo, dari tiga desa, yakni Desa Bulukerto, Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, berunjuk rasa kepada Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko, di Balai Kota Batu, Jawa Timur, Kamis (23/1/2014).

Namun, ribuan warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) tersebut, tidak ditemui oleh Wali Kota, karena sedang menjalankan ibadah umroh di Mekkah.

Ribuan warga tetap memaksa untuk ditemui oleh perwakilan Pemkot Batu. Kini akses Batu-Kediri ditutup total. Ribuan warga menggunakan jalan di depan Balai Kota Batu.

Warga secara bergantian melakukan orasi menagih janji Wali Kota Malang. Warga tak bisa masuk ke halaman Balai Kota, karena dijaga ratusan polisi dari Polres Batu dan diberi pagar kawat berduri yang mengelilingi pagar Balai Kota Batu.

Ribuan warga tersebut menuntut Eddy Rumpoko menaati rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Ombudsman. "Karena setelah ada rekomendasi dari KLH dan Ombudsman, hingga batas akhir tidak ditindak lanjuti oleh Pemkot Batu," kata Imam Junanto, juru bicara FMPMA.

Pada 28 Agustus 2013 lalu, kata Imam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Ombudsman merekomendasikan agar proyek pembangunan Hotel The Rayja dihentikan sebelum dipenuhi dokumen analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal).

Pembangunan the Rayja itu dianggap mengancam keselamatan sumber mata air Umbul Gemulo yang selama ini menjadi sumber air bersih warga dan kebutuhan irigasi sawah di desa sekitar.

"Jika Wali Kota tidak mentaati rekomendasi KLH dan Ombudsman, jelas Wali Kota sudah kota mendirikan negara dalam negara. Karena rekomendasi KLH sudah jelas. Masyarakat tidak antipembangunan. Tapi pembangunan tidak harus mengganggu sumber mata air yang menjadi sumber kehidupan warga," kata dia.

Penulis
: Kontributor Malang, Yatimul Ainun
Editor
: Glori K. Wadrianto

 

Ribuan Warga Tolak Pembangunan Hotel di Kota Batu



Kamis, 23 Januari 2014 17:30 wib
Penulis: Red/R24
Riau24.com-- Ribuan warga ngeluruk Balaikota Batu. Mereka menolak pembangunan Hotel The Raydja yang dinilai akan merusak sumber mata air Umbul Gemulo.

Dalam aksinya warga juga membawa poster bertuliskan:'Walikota Batu Tidak Bijak, Kami Tidak Bayar Pajak','Bumi Batu Bukan Untuk Perusak Lingkungan'.

"Kami sudah lama memanfaatkan sumber air itu. Karenanya kami akan perjuangkan hak kami," teriak pendemo dalam orasinya, Kamis (23/1/2014).

Warga juga menagih janji Walikota Batu Eddy Rumpoko segera merespon rekomendasi yang sudah dikeluarkan Kementrian Lingkungan Hidup dan Ombusmand. Dalam rekomendasi itu pembangunan Hotel The Rayjda mengancam lingkungan hidup.

"Investor lebih dibela daripada rakyatnya," tegas pendemo.

Warga mengaku telah bosan dengan janji-janji seringkali disampaikan ketika warga beraksi. "Kedatangan kami untuk menagih janji walikota," ucap juru bicara Imam Yunanto di sela-sela aksi.

Dari pantauan detikcom, untuk menghalau pendemo kawat berduri membentang di luar pagar Balaikota Batu di Jalan Panglima Sudirman. Ratusan polisi juga mengawal ketat aksi warga ini.

Sejumlah perwakilan pendemo mendapat kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya langsung ke ruang balaikota. Wakil Walikota Punjul Santoso, akhirnya menemui pendemo untuk menyampaikan keputusan atas tuntutan warga.

"Mohon maaf pak walikota tengah beribadah umroh, tapi hasil keputusan akan disampaikan," terangnya di hadapan pendemo.

Humas Pemkot Batu Sinal Abidin mendampingi Punjul Santoso mengatakan, bahwa pemerintah Kota Batu sudah menghentikan aktivitas pembangunan. "Sudah dihentikan pembangunannya," tegasnya.

Pernyataan ini tetap mendapat kritik dari pendemo. Pasalnya, mereka meminta ijin pembangunan untuk dicabut. "Kita minta izin dicabut," teriak warga.





Pemkot Batu Tolak Cabut Izin Pembangunan Hotel The Rayja



Kamis, 23/01/2014 14:50 WIB 


Muhammad AminudindetikNews

Batu - Pemerintah Kota Batu tetap bersikukuh tak mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Hotel The Rayja. Sebab, pencabutan IMB menunggu hasil Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

"Untuk dihentikan sudah, tapi mencabut kita tunggu amdal terbaru," kata Humas Pemkot Batu Sinal Abidin di Balaikota Batu Jalan Panglima Sudirman, Kamis (23/1/2014).

Pernyataan ini juga disampaikan Sinal di hadapan ratusan pendemo yang menuntut pencabutan IMB tersebut. Sinal mengatakan, semenjak dikeluarkan penghentian pembangunan. pihak investor sudah mentaatinya. Hanya saja beberapa hari lalu, aktivitas dilakukan untuk membangun plengsengan.

"Kemarin ada aktivitas itu karena bangun plesengan agar tidak ada longsor," terangnya.

Pihaknya menyayangkan adanya miss komunikasi terkait kejadian ini. Sehingga memicu warga untuk melakukan protes. "Padahal jauh-jauh hari sudah kita keluarkan penghentian pembangunan," keluhnya.

Ia menambahkan, Pemkot Batu baru akan mencabut IMB jika ada keputusan pengadilan.
"Tidak bisa langsung main cabut. Kalau ada putusan pengadilan gak masalah," imbuhnya.

Sebelumnya, ratusan warga Desa Bulukerto dan Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, ngeluruk balaikota. Mereka menagih janji walikota untuk merespon rekomendasi Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) bahwa pembangunan hotel mengancam kerusakan sumber air Umbul Gemulo.