Jumat, 28 Desember 2012

Protes Pembangunan The Rayja merupakan kasus besar di Kota Batu tahun 2012



Gemulo dan Pilwali Sedot Perhatian
Jumat, 28 Desember 2012 21:41 WIB | Editor: Satwika Rumeksa | Reporter : Iksan Fauzi
Berita Terkait
SURYA Online, BATU- Sepanjang 2012, hiruk pikuk kehidupan Kota Batu yang relatif tenang dan aman, terusik dua peristiwa besar. Yakni konflik sumber daya air Umbul Gemulo dan pemilihan Wali Kota Batu yang diwarnai sejumlah aksi.

Catatan Harian Surya, pada 1 Mei lalu, terjadi demonstrasi yang melibatkan sekitar 5.000 warga Kota Batu. Mereka ngluruk kantor Kecamatan Bumiaji menolak rencana pembangunan Hotel The Rayja di Jl Raya Punten karena berdekatan dengan sumber mata air Umbul Gemulo. Sumber air itu untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian dan perikanan, di samping kebutuhan rumah tangga.

Pada 3 Mei, atas desakan warga, Wali Kota Eddy Rumpoko menandatangani pernyataan mencabut izin The Rayja, namun hingga penghujung tahun ini tak terealisasi.

Menanggapi persoalan itu, Wali Kota Eddy Rumpoko menyatakan, telah mengambil hikmah dari aksi protes warga karena selama ini pemerintah belum memperhatikan sumber-sumber yang ada. Tahun depan, sumber mata air akan lebih diperhatikan.

“Kami harapkan, semua sumber mata air yang memiliki kedudukan paling penting bagi masyarakat akan dilakukan konservasi. Gemulo ini lahannya akan dibeli seperti (sumber mata air) Banyuning supaya tetap terjaga dengan baik,” papar Eddy, Jumat (21/12/2012) lalu.

Koordinator Advokasi Walhi Jatim, Abdul Rohman, memprediksi demonstrasi warga terkait sumber air ini akan terus terjadi hingga tahun depan. “Kalau kami lihat mulai awal, konfliknya masih belum selesai dan masih ditangani Komnas HAM. Gemulo salah satu sumber besar, sementara 50-an dari 111 sumber yang ada sudah hilang. Kalau debitnya berkurang, jelas akan mempengaruhi kehidupan masyarakat,” kata Rohman.

Solusi yang pas untuk persoalan ini, ujarnya, mendesak KLH pusat menurunkan tim untuk meneliti. Karena dalih The Rayja, pembangunan itu tidak berpengaruh terhadap sumber mata air.  “Kalau The Rayja tetap membangun, gejolak protes tetap berlangsung,” tukasnya.

Gejolak Gemulo belum berhenti, disambung dengan Pilwali 2012 penuh protes. Dalam rapat pleno 6 Juli malam, komisioner  KPU Batu mencoret pasangan Eddy Rumpoko-Punjul Santoso dari pencalonan. KPU menilai Eddy tak lolos pencalonan karena tidak mencantumkan legalisir surat keterangan pengganti ijazah terbaru.

DPC PDIP Kota Batu menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan berhasil menang. KPU pun memasukkan lagi nama Eddy-Punjul menjadi calon wali kota untuk bertarung dengan tiga pasangan lainnya, Abdul Majid-Kustomo, M Suhadi-Suyitno, dan Gunawan Wirutomo-Sundjojo. Pada coblosan 2 Oktober lalu, Eddy-Punjul memenangkan Pilwali. Kemenangan ini diwarnai aksi protes secara terus menerus hingga ia dilantik pada 26 Desember.

Eddy menilai, semua persoalan Pilwali sudah selesai dan berharap kesadaran semua pihak untuk legowo. “Mari kita berfikir secara positif, secara arif, dan betul-betul ada pendewasaan. Bahwa demokrasi itu ada pada saat pencoblosan. Jadi, saya berharap semua pihak melihat ke depan masalah pembangunan Batu,” harapannya.


Revitalisasi Pertanian

Di luar persoalan itu, Pemkot Batu masih memiliki amanah yang belum tuntas. Seperti meningkatkan kesejahteraan petani, utamanya petani apel.

Catatan Harian Surya, selama 2012 ini banyak petani apel mengalihfungsikan lahannya untuk tanaman tebu dan tanaman lain yang memiliki umur panen singkat dan tak membutuhkan biaya mahal.

Misalnya, penyusutan lahan apel terjadi di Dusun Binangun Bumiaji berkurang hingga 30 persen dari 200 hektare.  Hal itu karena lahan dialihfungsikan menjadi lahan tebu,  dibiarkan, dan menjadi bangunan. Kondisi seperti ini juga terjadi merata di di Desa Tulungrejo, Desa Junggo, Desa Sumber Brantas, Giripurno, dan Pandanrejo sehingga membuat petani apel menyusut.

“Untuk memperbaiki produksi buah apel harus ada penghijauan (supaya suhu kembali tinggi), bukan tanaman ‘beton’ (bangunan hotel, resort, perumahan)," sindir Darmanto, salah satu pengurus Kelompok Tani Apel Bumi Jaya 2 Desa Bumiaji, beberapa waktu lalu.

Tahun 2013, Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) berencana menyegarkan lahan apel yang unsur haranya mengalami penurunan drastis. Yakni di Desa Tulungrejo, Desa Bulukerto, Desa Sumbergondo, Desa Bumiaji, dan Desa Punten dengan anggaran Rp 90 juta.

Kepala Distanhut Kota Batu, Sugeng Pramono mengatakan, tahun 2012 Bappeda mengkaji kualitas lahan apel. Hasilnya, masalah apel sudah kompleks akibat bahan anorganik selama 25 tahun, perubahan iklim, dan penyakit.

Untuk itu, tahun 2013 nanti, Distanhut mengembangkan pertanian organik dengan anggaran sebesar Rp 3 miliar. Targetnya ada di enam Desa, Sumber Brantas, Giripurno, Tulungrejo, Torongrejo, Sumberejo, dan Pendem. Desa-desa ini memiliki potensi komoditi sayuran beragam. Pengembangan pertanian organik sesuai visi dan misi Wali Kota Eddy Rumpoko dan Wakil Wali Kota Punjul Santoso.
Akses Surabaya.Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat surabaya.tribunnews.com/m/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar