Selasa, 01 April 2014

Perjuangkan Mata Air, Warga Datangi KLH Batu



Bhirawa Online, Tayang pada: Tue, Apr 1st, 2014

Kota Batu, Bhirawa. Tidak dilibatkan dalam pembahasan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dari pembangunan Hotel The Rayja di kawasan konservasi sumber mata air Umbul Gemulo, puluhan warga dari lima desa di Kecamatan Bumiaji ‘ngluruk’ Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Batu, Selasa (1/4). Mereka menuntut penjelasan dari KLH terkait adanya pengumuman hasil analisa amdal yang telah menyertakan kop kantor KLH dengan lambang Kota Batu.
Sosialisasi hasil AMDAL itu diumumkan kepada warga melalui pemasangan banner di lokasi proyek pembangunan hotel. “Kalau pengumuman itu sudah menyertakan kop kantor KLH dan lambang Kota Batu, berarti pihak KLH sudah mengetahui pemasangan pengumuman hasil AMDAL ini. Untuk itu kami datang ke sini (kantor KLH-red) untuk melakukan klarifikasi,” ujar juru bicara FMPMA, Arif Nugroho, ditemui di sela aksi demo di kantor KLH.
Adanya pengumuman hasil analisa amdal ini tidak membuat warga senang, namun justru menyulut kemarahan mereka. Bagaimana tidak marah, karena selama proses analisa amdal, warga dari lima desa yang berada di sekitar mata air Gemulo tidak ada yang diajak rembukan/musyawarah.
“Padahal sesuai rekomendasi dari Kementrian Lingkungan Hidup, proyek pembangunan Hotel The Rayja harus dihentikan sampai dibuatnya amdal. Dan pembuatan amdal ini harus dilakukan secara terbuka dan mengikutsertakan semua warga di sekitar mata air Gemulo,” jelas Hohok, panggilan akrab Nugroho.
Diketahui, ada enam desa yang berada di sekitar mata air Gemulo. Yaitu, desa Bulukerto, Desa Bumiaji, Sidomulyo, Pandanrejo, Cangar, dan Desa Punten. Dari keenam desa tersebut hanya warga Desa Punten saja yang diajak muyawarah tentang amdal. Dan karena tidak dilibatkan, maka kelima warga desa yang lain yaitu, dari Desa Bulukerto, Bumiaji, Cangar, Pandanrejo, dan Sidomulyo melakukan protes ke kantor KLH Batu.
Warga kelima desa itu semakin berang, ketika dalam pengumuman hasil amdal itu juga ditulis, jika dalam jangka waktu 10 hari (terhitung sejak tanggal 24 Maret 2014) tidak ada protes dari warga terkait amdal ini, maka penanganan amdal dinyatakan selesai dan bisa segera disahkan. “Selesai dari mana!, lha kita saja saat ini masih menunggu untuk diajak sosialisasi. Karena yang diajak sosialisasi saat ini masih Desa Punten saja,” tambah warga Bulukerto yang lain, Kartono, sambil menahan geram.
Para demonstran ini mengaku khawatir, jika analisa amdal ini pihak analisator (dalam hal ini telah ditunjuk tim dari ITS Surabaya) bersama KLH Kota Batu tidak mengajak tokoh masyarakat melainkan menunjuk orang yang menokohkan diri. “Bisa jadi tim amdal ini menunjuk orang yang menokohkan diri untuk mendukung/ menyetujui amdal ini dengan memberikan sejumlah uang,” tuduh Nugroho yang diiyakan para demonstran lain.
Sayangnya, kedatangan para demonstran dari lima desa ini tidak ditemui oleh Kepala kantor KLH Batu, Muchlis. Informasi di staff KLH, saat ini (kemarin-red) Muchlis sedang mengikuti rapat bersama Wali Kota Batu di Kantor Balaikota.
“Maaf bapak-bapak, saat ini kepala KLH Batu sedang ada rapat di balaikota. Silahkan bapak-bapak menunggu dulu jika ingin bertemu beliau,” ujar seorang staff KLH Batu, Pancawati, yang menemui para demonstran. Namun hingga tengah hari, orang yang ditunggu oleh warga tak kunjung datang di kantor KLH.
Diketahui, proyek pembangunan Hotel The Rayja mendapatkan protes dari warga. Karena proyek tersebut dilakukan di area konservasi mata air Umbul Gemulo. Warga khawatir, jika proyek ini diteruskan, maka akan merusak kualitas maupun kuantitas dari mata air Gemulo yang dipakai untuk keperluan sehari-hari warga sekitar. [nas]
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar