Senin, 21 April 2014

Walhi Anggap Hakim PN Malang Lindungi Perusak Lingkungan

Senin, 21 April 2014 10:25 WIB
SURYA Online,MALANG - Malang Corruption Watch dan Walhi Jawa Timur menggelar aksi untuk memperingati hari bumi di depan Pengadilan Negeri (PN) Malang, Senin (21/4/2014).
Para peserta aksi memakai masker sebagai tanda bahwa bumi sudah penuh dengan polusi.
Mereka sengaja menggelar aski di depan PN Malang karena ingin memperingatkan para penegak hukum agar tidak berpihak kepada perusak lingkungan.
Mereka menggelar spanduk yang bertuliskan, "sudah menjadikan pengadilan sebagai 'rumah yang aman bagi perusakan lingkungan' kami sudah lelah.
Koordinator aksi, Luthfi J Kurniawan, mengatakan, pengadilan sebagai simbol mendapatkan keadilan. Tetapi saat ini fungsi PN Malang sudah bergeser. Pengadilan hanya dijadikan "tempat yang aman" untuk perusak lingkungan dalam mencari keadilan.
"Pengadilan seharusnya memberikan keamanan, tetapi fakta realitasnya tidak dijamin," katanya.
Ia mencontohkan kasus sumber air Gemulo di Kota Batu. Kasus tersebut merupakan kasus publik bukan kasus pribadi. Kasus tersebut juga menyangkut masalah konservasi.
Seharusnya, siapa orangn yang memperjuangkan kasus itu tidak bisa digugat perdata maupun pidana di pengadilan.
"Pengadilan seharusnya menolak perkara tersebut," ujarnya.
Ia menjelaskan, saat ini, polusi yang menyebabkan kerusakan bumi meningkat. Penyebabnya, liuasan ruang terbuka hijau di Malang Raya terus berkurang.
Luas lahan terbuka hijau di Kota Malang tidak sampai 30 persen.
"Dengan begitu seharusnya menjadi tujuan utama pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada bumi," katanya.

Selasa, 01 April 2014

Perjuangkan Mata Air, Warga Datangi KLH Batu



Bhirawa Online, Tayang pada: Tue, Apr 1st, 2014

Kota Batu, Bhirawa. Tidak dilibatkan dalam pembahasan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dari pembangunan Hotel The Rayja di kawasan konservasi sumber mata air Umbul Gemulo, puluhan warga dari lima desa di Kecamatan Bumiaji ‘ngluruk’ Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Batu, Selasa (1/4). Mereka menuntut penjelasan dari KLH terkait adanya pengumuman hasil analisa amdal yang telah menyertakan kop kantor KLH dengan lambang Kota Batu.
Sosialisasi hasil AMDAL itu diumumkan kepada warga melalui pemasangan banner di lokasi proyek pembangunan hotel. “Kalau pengumuman itu sudah menyertakan kop kantor KLH dan lambang Kota Batu, berarti pihak KLH sudah mengetahui pemasangan pengumuman hasil AMDAL ini. Untuk itu kami datang ke sini (kantor KLH-red) untuk melakukan klarifikasi,” ujar juru bicara FMPMA, Arif Nugroho, ditemui di sela aksi demo di kantor KLH.
Adanya pengumuman hasil analisa amdal ini tidak membuat warga senang, namun justru menyulut kemarahan mereka. Bagaimana tidak marah, karena selama proses analisa amdal, warga dari lima desa yang berada di sekitar mata air Gemulo tidak ada yang diajak rembukan/musyawarah.
“Padahal sesuai rekomendasi dari Kementrian Lingkungan Hidup, proyek pembangunan Hotel The Rayja harus dihentikan sampai dibuatnya amdal. Dan pembuatan amdal ini harus dilakukan secara terbuka dan mengikutsertakan semua warga di sekitar mata air Gemulo,” jelas Hohok, panggilan akrab Nugroho.
Diketahui, ada enam desa yang berada di sekitar mata air Gemulo. Yaitu, desa Bulukerto, Desa Bumiaji, Sidomulyo, Pandanrejo, Cangar, dan Desa Punten. Dari keenam desa tersebut hanya warga Desa Punten saja yang diajak muyawarah tentang amdal. Dan karena tidak dilibatkan, maka kelima warga desa yang lain yaitu, dari Desa Bulukerto, Bumiaji, Cangar, Pandanrejo, dan Sidomulyo melakukan protes ke kantor KLH Batu.
Warga kelima desa itu semakin berang, ketika dalam pengumuman hasil amdal itu juga ditulis, jika dalam jangka waktu 10 hari (terhitung sejak tanggal 24 Maret 2014) tidak ada protes dari warga terkait amdal ini, maka penanganan amdal dinyatakan selesai dan bisa segera disahkan. “Selesai dari mana!, lha kita saja saat ini masih menunggu untuk diajak sosialisasi. Karena yang diajak sosialisasi saat ini masih Desa Punten saja,” tambah warga Bulukerto yang lain, Kartono, sambil menahan geram.
Para demonstran ini mengaku khawatir, jika analisa amdal ini pihak analisator (dalam hal ini telah ditunjuk tim dari ITS Surabaya) bersama KLH Kota Batu tidak mengajak tokoh masyarakat melainkan menunjuk orang yang menokohkan diri. “Bisa jadi tim amdal ini menunjuk orang yang menokohkan diri untuk mendukung/ menyetujui amdal ini dengan memberikan sejumlah uang,” tuduh Nugroho yang diiyakan para demonstran lain.
Sayangnya, kedatangan para demonstran dari lima desa ini tidak ditemui oleh Kepala kantor KLH Batu, Muchlis. Informasi di staff KLH, saat ini (kemarin-red) Muchlis sedang mengikuti rapat bersama Wali Kota Batu di Kantor Balaikota.
“Maaf bapak-bapak, saat ini kepala KLH Batu sedang ada rapat di balaikota. Silahkan bapak-bapak menunggu dulu jika ingin bertemu beliau,” ujar seorang staff KLH Batu, Pancawati, yang menemui para demonstran. Namun hingga tengah hari, orang yang ditunggu oleh warga tak kunjung datang di kantor KLH.
Diketahui, proyek pembangunan Hotel The Rayja mendapatkan protes dari warga. Karena proyek tersebut dilakukan di area konservasi mata air Umbul Gemulo. Warga khawatir, jika proyek ini diteruskan, maka akan merusak kualitas maupun kuantitas dari mata air Gemulo yang dipakai untuk keperluan sehari-hari warga sekitar. [nas]
 

Warga Batu Malang Protes Pembangunan The Rayja Hotel



Warga Malang Protes Pembangunan Hotel The Rayja 


KBR 68H, Malang – Puluhan warga dari Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) Kota Batu, Malang, Jawa Timur mendatangi Kantor Lingkungan Hidup (KLH). Mereka mempertanyakan penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) pembangunan Hotel The Rayja. 

Pembangunan The Rayja yang berada di Batu, Malang diprotes oleh warga karena mereka tidak dilibatkan dalam pembuatan Amdal.

“Kami tidak pernah diajak untuk membicarakan soal AMDAL oleh pihak manapun. Padahal syarat utama Amdal adalah mendapatkan persetujuan dari warga,” terang juru bicara FMPMA, Arif Nugroho di kantor Badan Lingkungan Hidup Kota Batu, Selasa (1/4). 

Pembangunan Hotel The Rayja ditentang oleh warga kecamatan Bumiaji Kota Batu Jawa Timur, karena letaknya sangat dekat dengan sumber mata air Gemulo. Mata air Gemulo selama ini menghidupi Kota Batu, Kota Malang dan sebagian Kecamatan di Kabupaten Malang. Jika pembangunan tetap dilanjutkan maka mata air terancam kering.

“Kami yang memperjuangkan ini dari desa Bumiaji, Bulukerto, Sidomulyo, Cangar, dan Pandanrejo. Amdal sifatnya harus terbuka dan masyarakat dilibatkan dalam penyusunanya. Tetapi ternyata tidak ada persetujuan.”

Arif menambahkan dari 6 desa yang berada di wilayah pembangunan Hotel The Rayja, hanya 1 desa yang diajak berdialog, yakni desa Punten sedangkan 5 desa lainnya tidak pernah diajak berdialog. 


Arif juga mempertanyakan uji AMDAL yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) padahal sebelumnya sudah ada surat rekomendasi dari Komisi Ombudsman untuk menghentikan aktivitas pembangunan.


Editor: Luviana