Sabtu, 14 September 2013

SATPOL PP menunggu Komando Walikota

Satpol PP Tunggu Instruksi Untuk Hentikan The Rayja

Sabtu, 07/09/2013 09:20 WIB

Memo — Nampaknya surat Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) hanya akan menjadi lembaran kertas tak berharga. Pasalnya hingga saat ini, Pemkot Batu masih belum menghentikan pembangunan hotel The Rayja.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Batu belum mempunyai rencanan untuk menghentikan pembangunan. Pasalnya hingga saat ini, pihaknya belum menerima tembusan surat Kemen LH tersebut.
Robiq Yunianto, Ka Satpol PP ketika dikonfirmasi masalah ini mengatakan pihaknya hingga kini masih menunggu instruksi dari walikota. ”Kita belum tahu ada surat itu, kalau memang ada surat itu, pasti kita mendapatkan tembusan. Hingga kini kita masih menunggu instruksi dari walikota terkait masalah itu,” ujarnya.
Jika nanti sudah ada instruksi dari walikota, tentu saja Satpol PP tidak akan bertindak sendiri, akan tetapi bersama-sama dengan instansi terkait di dalamnya. ”Kita akan koordinasikan dengan instansi terkait, sebelum mengambil tindakan,” ujar Robiq.
Sebelumnya Walikota Batu, Eddy Rumpoko ketika dikonfirmasi masalah ini mengatakan bahwa pihaknya belum menerima surat Kementerian Lingkungan Hidup (LH) yang sebenarnya ditujukan padanya.
”Akan kita pelajari dulu apa isinya, tentu akan kita tanggapi,” ujar Eddy. Ia menegaskan Pemkot Batu tetap akan mengakomodir keinginan masing-masing pihak, baik pihak investor maupun pihak masyarakat.
Disinggung mengenai persyaratan pengurusan Amdal (Analisis Dampak Lingkungan), walikota mengatakan pengurusan Amdal tersebut sesuai aturan harus dipenuhi, prosedur tersebut akan dilakukan.
Seperti diberitakan, pengaduan Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) melalui Totok Daryanto, anggota Komisi VII DPR RI direspon cepat oleh Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) RI.
28 Agustus 2013 lalu, Kemen LH mengirimkan surat rekomendasi tindak lanjut pembangunan Hotel The Rayja Batu nomor B-9430/Dep.V/LH/HK/08/2013 kepada Walikota Batu, Eddy Rumpoko.
Dalam surat rekomendasi tersebut, Kemen LH mengatakan hasil verifikasi lapangan yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2013 lalu oleh tim yang beranggotakan Kemen LH, Badan LH Propinsi Jatim, KLH Kota Batu serta rapat pakar dari UGM, Unibraw, UMM, Unmer Malang, Pusat Sumberdaya Air Tanah dan Geologi Lingkungan ESDM menyatakan bahwa bangunan Hotel The Rayja Batu telah melanggar pasal 53 ayat (3) huruf B.
Bangunan hotel yang berjarak hanya 150 meter dari sumber air Gemulo tersebut dinyatakan oleh Kemen LH telah melanggar pasal 62 ayat 2 huruf B tentang peraturan pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan pasal 38 huruf B Perda Kota Batu Nomor 7 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu tahun 2010 – 2030.
Mengingat Sekretaris Daerah Kota Batu tanggal 21 Juni 2013 telah mengeluarkan surat penghentian aktifitas pembangunan pendirian hotel maka Kemen LH menyampaikan rekomendasi kepada Walikota Batu sebagai berikut,
Pertama, untuk proses kegiatan pembangunan dan usaha Hotel The Rayja wajib memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal). Tidak tepat hanya dengan dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL).
Kedua, Menyetujui penghentian sementara kegiatan pembangunan Hotel The Rayja Batu untuk selanjutnya terhadap penanggungjawab usaha pembangunan Hotel The Rayja diperintahkan untuk segera menyusun amdal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Editor : Muhammad Dhani
Memo — Nampaknya surat Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) hanya akan menjadi lembaran kertas tak berharga. Pasalnya hingga saat ini, Pemkot Batu masih belum menghentikan pembangunan hotel The Rayja.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Batu belum mempunyai rencanan untuk menghentikan pembangunan. Pasalnya hingga saat ini, pihaknya belum menerima tembusan surat Kemen LH tersebut.
Robiq Yunianto, Ka Satpol PP ketika dikonfirmasi masalah ini mengatakan pihaknya hingga kini masih menunggu instruksi dari walikota. ”Kita belum tahu ada surat itu, kalau memang ada surat itu, pasti kita mendapatkan tembusan. Hingga kini kita masih menunggu instruksi dari walikota terkait masalah itu,” ujarnya.
Jika nanti sudah ada instruksi dari walikota, tentu saja Satpol PP tidak akan bertindak sendiri, akan tetapi bersama-sama dengan instansi terkait di dalamnya. ”Kita akan koordinasikan dengan instansi terkait, sebelum mengambil tindakan,” ujar Robiq.
Sebelumnya Walikota Batu, Eddy Rumpoko ketika dikonfirmasi masalah ini mengatakan bahwa pihaknya belum menerima surat Kementerian Lingkungan Hidup (LH) yang sebenarnya ditujukan padanya.
”Akan kita pelajari dulu apa isinya, tentu akan kita tanggapi,” ujar Eddy. Ia menegaskan Pemkot Batu tetap akan mengakomodir keinginan masing-masing pihak, baik pihak investor maupun pihak masyarakat.
Disinggung mengenai persyaratan pengurusan Amdal (Analisis Dampak Lingkungan), walikota mengatakan pengurusan Amdal tersebut sesuai aturan harus dipenuhi, prosedur tersebut akan dilakukan.
Seperti diberitakan, pengaduan Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) melalui Totok Daryanto, anggota Komisi VII DPR RI direspon cepat oleh Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) RI.
28 Agustus 2013 lalu, Kemen LH mengirimkan surat rekomendasi tindak lanjut pembangunan Hotel The Rayja Batu nomor B-9430/Dep.V/LH/HK/08/2013 kepada Walikota Batu, Eddy Rumpoko.
Dalam surat rekomendasi tersebut, Kemen LH mengatakan hasil verifikasi lapangan yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2013 lalu oleh tim yang beranggotakan Kemen LH, Badan LH Propinsi Jatim, KLH Kota Batu serta rapat pakar dari UGM, Unibraw, UMM, Unmer Malang, Pusat Sumberdaya Air Tanah dan Geologi Lingkungan ESDM menyatakan bahwa bangunan Hotel The Rayja Batu telah melanggar pasal 53 ayat (3) huruf B.
Bangunan hotel yang berjarak hanya 150 meter dari sumber air Gemulo tersebut dinyatakan oleh Kemen LH telah melanggar pasal 62 ayat 2 huruf B tentang peraturan pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan pasal 38 huruf B Perda Kota Batu Nomor 7 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu tahun 2010 – 2030.
Mengingat Sekretaris Daerah Kota Batu tanggal 21 Juni 2013 telah mengeluarkan surat penghentian aktifitas pembangunan pendirian hotel maka Kemen LH menyampaikan rekomendasi kepada Walikota Batu sebagai berikut,
Pertama, untuk proses kegiatan pembangunan dan usaha Hotel The Rayja wajib memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal). Tidak tepat hanya dengan dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL).
Kedua, Menyetujui penghentian sementara kegiatan pembangunan Hotel The Rayja Batu untuk selanjutnya terhadap penanggungjawab usaha pembangunan Hotel The Rayja diperintahkan untuk segera menyusun amdal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Editor : Muhammad Dhani

Kamis, 12 September 2013

RT RW dan Perda RT RW Kota Batu, tak digubris The Rayja



The Rayja Tabrak RTRW Nasional
KORAN SINDO BATU- Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) meminta Wali Kota Batu Eddy Rumpoko melaksanakan rekomendasi untuk menghentikan proyek Hotel The Rayja.

Sebab dari hasil kajian KLH, proyek ini melanggar sejumlah aturan. KLH menilai, hotel yang dibangun di Jalan Raya Punten, Kecamatan Bumiaji, sekitar 150 meter dari sumber mata air Gemulo telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) No 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Pasal 36 huruf b Perda Kota Batu No 7/2011 tentang RTRW Kota Batu tahun 2010-2030.

KLH juga telah menyampaikan surat rekomendasi kepada Wali Kota Batu Eddy Rumpoko untuk menghentikan proyek hotel ini. Salah satu poin penting dalam surat tersebut adalah kewajiban pengembang memiliki dokumen analisa mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal), bukan hanya dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantuan lingkungan hidup (UKL-UPL).

“Mugkin waktu itu wali kota khilaf sehingga langsung menyetujui IMB-nya. Sekarang sudah ada surat rekomendasi KLH. Sebagai pejabat negara, beliau wajib mematuhinya,” tegas anggota Komisi VII DPR RI Totok Daryanto.

Menurut dia, bila pembangunan hotel The Rayja masih terus berlanjut dan wali kota tidak segera menghentikan, warga atau elemen masyarakat lain bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas penerbitan izin pembangunan hotel ini oleh wali kota.

“Tanggal 4 Juli 2013, tim KLH bersama Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jatim dan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Batu sudah meninjau lokasi sumber mata air Gemulo dengan lokasi proyeknya. Lalu pada 1 Agustus, perwakilan KLH, BLH, dan KLH Kota Batu bertemu dengan pakar lingkungan Universitas Brawijaya (UB), UMM, dan Unmer Malang. Hasilnya, para ahli itu menyimpulkan bahwa pembangunan hotel telah melanggar PP dan Perda Kota Batu,” ungkap dia.

Kordinator Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji H Rudi menyatakan, dalam waktu dekat ini dia segera mengumpulkan warga Desa Bulukerto untuk membahas masalah surat rekomendasi dari KLH.

Yang jelas anggota FMPMA akan mengawal surat KLH itu hingga Wali Kota Batu Eddy Rumpoko bersedia melaksanakan rekomendasi di dalamnya. ”Tergantung warga, apakah cukup melalui perwakilan atau seluruh warga Bulukerto ingin datang menumui wali kota. Kami akan musyawarahkan dulu masalah itu dengan warga,” jelas dia.

Dari pengamatan KORAN SINDO JATIM, saat ini pembangunan hotel The Rayja masih terus berlangsung. Agar masyarakat tak menganggu, pemilik hotel memasang pagar tembok setinggi tiga meter di pintu gerbang proyek.

Kabag Humas, Kota Batu Ismail A Gani saat dikonfirmasi, belum mengetahui isi surat dari KLH. “Kami belum membaca isi suratnya. Kalau memang ada, wali kota pasti akan mempertimbangkannya agar bisa segera ditemukan jalan keluarnya,” tandas Ismail. maman adi
_ saputro
Rabu 11 September 2013

Pejuang Lingkungan tidak bisa dituntut Pidana / Perdata

Gugatan perdata terhadap warga Gemulo yang disamarkan lewat individu Haji Rudi adalah bentuk upaya SLAPP atau Strategic Lawsuit Against Public Participation, secara bebas, bisa berarti gugatan ‘mematikan’ atau bentuk tindakan pembungkaman partisipasi masyarakat dengan menggunakan instrument hukum untuk melawan partisipasi publik (sebuah perkembangan “baru” dalam terminologi hukum lingkungan di Indonesia)

Haji Rudi di-SLAPP dengan digugat secara perdata dengan alasan melakukan perbuatan melawan hukum yang menghambat pembangunan The Rayja Resort(?) dengan berkirim surat kemana-mana, melakukan perusakan, dan melakukan demo.

Hukum Indonesia telah memberikan garansi terhadap kasus-kasus lingkungan (utamanya terhadap upaya SLAPP) dengan:
1. Klausul Pasal Anti SLAPP sebagaimana yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 66 yang mengatur:
“Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.

2. KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 134/KMA/SK/IX/2011 TENTANG SERTIFIKASI HAKIM LINGKUNGAN HIDUP, Pasal 21 yang menyatakan:
(1) Perkara lingkungan hidup pada pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding di lingkungan peradilan umum dan peradilan tata usaha negara harus diadili oleh majelis hakim yang ketua majelisnya adalah hakim lingkungan hidup.
(2) Dalam hal suatu pengadilan tingkat pertama di peradilan umum dan peradilan tata usaha negara tidak terdapat hakim lingkungan hidup, Ketua Pengadilan tingkat banding menunjuk hakim lingkungan hidup yang ada di wilayahnya secara detasering.
(3) Dalam hal suatu pengadilan tingkat banding di peradilan umum dan peradilan tata usaha negara tidak terdapat hakim lingkungan hidup, Ketua Mahkamah Agung menunjuk hakim lingkungan hidup secara detasering.

3. SURAT KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG RI NO.36/KMA/SK/II/2013 TENTANG PEMBERLAKUAN PEDOMAN PENANGANAN PERKARA LINGKUNGAN HIDUP, yang pada intinya mewajibkan kepada Hakim dan Pengadilan Negeri maupun PTUN untuk secara cermat dan berhati-hati dalam menangani perkara-perkara lingkungan serta agar tak lepas dari koridor Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup utamanya KEHARUSAN menggunakan Hakim yang Ketua Majelisnya adalah Hakim Lingkungan Hidup atau telah bersertifikasi lingkungan

Upaya SLAPP ini semakin terkuak ketika Pemkot Batu telah melakukan kecerobohan dalam kebijakannya, di mana Kementerian Negara Lingkungan Hidup melalui Suratnya No. B-9430/Dep.V/LH/HK/08/2013 Tanggal28 Agustus 2013 tentang Rekomendasi Tindak Lanjut Pembangunan Hotel The Rayja Batu Resort merekomendasikan secara tegas, bahwa :
1. Untuk proses kegiatan pembangunan dan usaha Hotel The Rayja Batu Resort WAJIB memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), TIDAK TEPAT hanya dengan dokumen Upaya Pengeloaan Lingkungan Hidup dan Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)
Catatan: selama ini Pemkot secara salah telah melakukan studi lingkungan dengan menggunakan UKL-UPL, dan keluarnya IMB pertama The Rayja MENDAHULUI rekomendasi studi dokumen UKL-UPL itu selesai.
2. Menyetujui penghentian sementara kegiatan pembangunan Hotel The Rayja Batu Resort, untuk selanjutnya terhadap penanggung jawab usaha pembangunan Hotel The Rayja Batu Resort diperintahkan untuk segera menyusun AMDAL, sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Kemarin Hakim Humas PN Malang Harini bilang di PN Malang belum ada Hakim bersertifikasi ingkungan apalagi di Indonesia........, dia salah besar tak tahu informasi sudah ada angkatan pertama (25 hakim) sebagai hakim lingkungan bersertifikasi, dan itu bisa didetaseringkan.

Karena sering di Demo, H Rudi dilaporkan oleh Hotel The Rayja



Pejuang Mata Air Dilaporkan, Warga Demo ke PN Malang
  • Penulis :
  • Kontributor Malang, Yatimul Ainun
  • Rabu, 11 September 2013 | 16:07 WIB
  • KOMPAS.com — Puluhan warga peduli sumber mata air Gemulo, Kota Batu, Jawa Timur, menggelar demo ke Pegadilan Negeri Malang, Jawa Timur, Rabu (11/9/2013). Mereka menuntut pihak Pengadilan Negeri Malang menggunakan hakim yang sudah lulus sertifikasi lingkungan, sesuai keputusan Mahkamah Agung (MA) tentang sertifikasi hakim lingkungan hidup.

    Sebelumnya, tak jauh dari mata air Gemulo, yang menjadi sumber air kebutuhan warga setempat, mulai dibangun hotel The Rayja. Warga menolak pembangunan hotel tersebut dengan menghalangi pembangunannya.

    Pihak investor yang merasa dirugikan kemudian melaporkan H Rudi, Ketua Paguyuban Aliansi Masyarakat Peduli Sumber Air Gemulo, dengan tuduhan melakukan perbuatan melawan hukum dan merusak. Investor hotel The Rayja menuntut ganti rugi senilai Rp 30 miliar.

    Hal itu yang membuat warga serentak melakukan aksi ke PN Malang, saat sidang perdana. Menurut koordinator aksi, Purnawan Di Negara, pihak PN dalam melakukan persidangan kasus tersebut, harus menaati Keputusan MA nomor 134/KMA/SK/IX/2011 tentang sertifikasi hakim lingkungan hidup Pasal 21.

    "Isi Pasal 21 itu mengamanatkan soal kasus lingkungan hidup harus diadili oleh majelis hakim yang ketua majelisnya adalah hakim lingkungan hidup. Sementara PN Malang belum memiliki hakim bersertifikat lingkungan hidup," jelasnya, Rabu (11/7/2013).

    Mereka menuntut PN Malang secara transparan menunjukkan komitmen atas keputusan Ketua MA dan hakim bersertifikasi lingkungan itu, yang harus diumumkan ke publik. "Kedua kita mendukung peradilan yang fair dan transparan sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan guna meninggalkan image di masyarakat bahwa pengadilan adalah rumah yang aman bagi perusak lingkungan," katanya.

    Sementara menurut Setya Eko Cahyono, pengacara H Rudi, sidang perdana hanya membicarakan proses mediasi. "Kedua belah pihak diminta mediasi, diberi waktu 40 hari. Jika tak ada kata damai, sidang baru bisa dilanjut," katanya.

    Pihak H Rudi, katanya, digugat Rp 30 miliar. Alasannya menghalang-halangi pekerjaan hotel The Rayja, yang dibangun di atas lahan kurang lebih 150 meter dari mata air Gemulo.

    Sementara itu, menurut Ismail Modal, pengacara pihak hotel The Rayja, masih proses mediasi. "Gugatan kita perbuatan melawan hukum. Soal permintaan hakim bersertifikasi lingkungan hidup tidak harus ada. Karena kasusnya perdata. Tak ada hubungannya dengan lingkungan hidup," tegas Ismail.

    Pihaknya melaporkan H Rudi itu sebagai ketua paguyuban. "Massa itu bergerak atas kendali paguyuban. Bukan karena warga sendiri. Pihak PT Panggon Sarkarya Sukses Mandiri, selaku investor jelas rugi akibat penghalangan itu," tegasnya.

    Hal yang sama disampaikan Humas PN Malang, Harini. Di depan warga ia menyampaikan bahwa kasusnya perdata, tidak perlu hakim bersertifikasi lingkungan hidup. "Karena kasus yang diajukan kasusnya perdata. Bukan soal lingkungannya. Maka tidak perlu hakim bersertifikasi lingkungan hidup," katanya.

Pemkot Batu bahas penolakan pembangunan Hotel The Rayja



HARI INI PEMKOT BAHAS HOTEL THE RAYJA
Memo —11 September 2013 Meskipun surat Kementerian Lingkungan Hidup tentang penghentian pembangunan hotel The Rayja dibuat akhir bulan Agustus lalu, ternyata hingga saat ini walikota dan wakil walikota belum menerima surat yang ditujukan untuk orang nomor satu di Kota Batu ini.

Sebelumnya Eddy Rumpoko mengatakan belum menerima surat Kemen LH tersebut, hal tersebut dibenarkan oleh Wakil Walikota Batu, Punjul Santoso. Hingga saat ini ia belum membaca surat Kemen LH tersebut.

”Sampai sekarang saya belum membaca surat Kemen LH tersebut, kalau membaca di media massa memang sudah, tapi kita kan harus melihat fisik surat tersebut,” ujar Punjul.

Meski demikian, Punjul mengatakan hari ini Pemkot Batu akan menggelar rapat untuk membahas masalah ini setelah kegiatan paparan KUA dan PPAS di hotel Purnama, hari ini (11/9).

”Tadi secara lisan sudah disampaikan, The Rayja tidak diperkenankan membuat UKL dan UPL tapi membuat amdal, saat diberhentikan pembangunannya yang bersangkutan (Kemen LH) harus mengurus itu. Kantor LH akan menyuratinya, tapi sebelum ke situ, besok akan kita rapatkan terlebih dahulu,” papar Punjul.

Seperti diberitakan pengaduan Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) melalui Totok Daryanto, anggota Komisi VII DPR RI direspon cepat oleh Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) RI.

28 Agustus 2013 lalu, Kemen LH mengirimkan surat rekomendasi tindak lanjut pembangunan Hotel The Rayja Batu nomor B-9430/Dep.V/LH/HK/08/2013 kepada Walikota Batu, Eddy Rumpoko.

Dalam surat rekomendasi tersebut, Kemen LH mengatakan hasil verifikasi lapangan yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2013 lalu oleh tim yang beranggotakan Kemen LH, Badan LH Propinsi Jatim, KLH Kota Batu serta rapat pakar dari UGM, Unibraw, UMM, Unmer Malang, Pusat Sumberdaya Air Tanah dan Geologi Lingkungan ESDM menyatakan bahwa bangunan Hotel The Rayja Batu telah melanggar pasal 53 ayat (3) huruf B.

Bangunan hotel yang berjarak hanya 150 meter dari sumber air Gemulo tersebut dinyatakan oleh Kemen LH telah melanggar pasal 62 ayat 2 huruf B tentang peraturan pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan pasal 38 huruf B Perda Kota Batu Nomor 7 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu tahun 2010 – 2030.

Mengingat Sekretaris Daerah Kota Batu tanggal 21 Juni 2013 telah mengeluarkan surat penghentian aktifitas pembangunan pendirian hotel maka Kemen LH menyampaikan rekomendasi kepada Walikota Batu sebagai berikut,

Pertama, untuk proses kegiatan pembangunan dan usaha Hotel The Rayja wajib memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal). Tidak tepat hanya dengan dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL).

Kedua, Menyetujui penghentian sementara kegiatan pembangunan Hotel The Rayja Batu untuk selanjutnya terhadap penanggungjawab usaha pembangunan Hotel The Rayja diperintahkan untuk segera menyusun amdal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Editor : Muhammad Dhani

Pengadilan Negeri Malang di Demo Warga Peduli Air Gemulo Batu



Ratusan Warga Gemulo Kota Batu Gelar Aksi di PN Malang

Rabu, 11 September 2013 13:51 WIB
TRIBUNNEWS.COM,MALANG - Ratusan orang pembela mata air Gemulo melakukan aksi unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Rabu (11/9/2013) pukul 11.30 WIB.
Aksi ini untuk mendukung sidang perdana perkara perdata antara Hotel The Rayja dan warga pengguna sumber air Gemulo.
Massa duduk di depan pintu masuk PN Kota Malang sambil melakukan orasi.
Aksi warga juga mendapat dukungan dari Malang Corruption Watch (MCW) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).
Warga menuntut perkara tersebut disidangkan hakim dengan sertifikasi lingkungan.
Hal itu sesuai dengan surat Keputusan Ketua  Mahkamah Agung (MA).
"Perkara lingkungan harus disidangkan hakim bersertifikasi lingkungan. Jika PN Kota Malang tidak punya, harus meminjam hakim dari PN lain," ujar juru bicara Walhi Jawa Timur, Purnawan D Negara.
Aksi berjalan tertib tidak sampai menghalangi pengunjung PN.
Sementara puluhan polisi bersiaga di depan pintu PN Kota Malang.
Editor: Yoni Iskandar
Sumber: Surya