Jumat, 28 Desember 2012

Bantengan dan Tumpengan Jajan Pasar Tolak Pembangunan The Rayja Hotel



Pawai Desa, Bawa Tumpeng Jajan Pasar

Dikutip dari Harian Sindo BATU – Ratusan penari bantengan bersama warga Desa Bulukerto,Kecamatan Bumiaji melakukan pawai keliling desa sambil membawa tumpeng jajan pasar. Ritual selamatan dengan menggunakan jajan pasar ini berakhir di sumber mata air Gemulo.

Anggota Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) Untung menjelaskan, kegiatannya dimulai dari Balai Dusun Cangar, Desa Bulukerto, menyusuri Jalan Raya Sidomulyo untuk menuju sumber mata air Gemulo di depan Hotel Purnama.” Kegiatan ini wujud kepedulian para penari bantengan untuk menyelamatkan Sumber Gemulo.Semestinya pemerintah sudah menyadari dan memahami tujuan kegiatan kami ini,”terang Untung.

Sejak awal,warga tujuh desa yaitu Bulukerto, Sidomulyo, Bumiaji, Pandanrejo,Torongrejo, Beji dan Mojorejo tidak setuju dengan pembangunan Hotel The Rayja Batu Resort di Jalan Raya Punten, Bumiaji. Pembangunan ini dikhawatirkan merusak lingkungan eksistensi sumber air Gemulo. ”Kini gerakan FMPMA mendapatkan dukungan dari anggota Bantengan Nusantoro.Pemerintah harus melihat fakta ini. Bahwa sebagian besar masyarakat yang memanfaatkan sumber mata air gemulo tidak setuju dengan pembangunan hotel The Rayja itu,”kata Untung.

Menurut dia,pembangunan Hotel The Rayja melanggar Perda No 7/2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah.Dalam perda tersebut sudah jelas diatur, wilayah Kecamatan Bumiaji bukan untuk lokasi hotel. Wilayah utara di Kota Batu itu hanya boleh untuk pengembangan agroindustri dan kawasan konservasi.”Sesuai dokumen UKL-UPL tinggi bangunan empat lantai. Satu basement dengan kedalaman pondasi bangunan 10-20 meter. Hal itu dikhawatirkan bisa merusak mata air Gemulo,”tandas Untung.

Namun Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso meminta warga tidak perlu khawatir soal pembangunan Hotel The Rayja.Menurut dia The Rayja tidak melanggar Perda RTRW karena yang dibangun adalah cottage, bukanhotel.”Pembangunan The Rayja Belum dilakukan.Jadi kita tidak bisa memastikan apakah nanti mereka akan mengali tanah untuk pondasi gedung sedalam 10 meter,”kata Punjul.  maman adi saputro   
_

Protes Pembangunan The Rayja merupakan kasus besar di Kota Batu tahun 2012



Gemulo dan Pilwali Sedot Perhatian
Jumat, 28 Desember 2012 21:41 WIB | Editor: Satwika Rumeksa | Reporter : Iksan Fauzi
Berita Terkait
SURYA Online, BATU- Sepanjang 2012, hiruk pikuk kehidupan Kota Batu yang relatif tenang dan aman, terusik dua peristiwa besar. Yakni konflik sumber daya air Umbul Gemulo dan pemilihan Wali Kota Batu yang diwarnai sejumlah aksi.

Catatan Harian Surya, pada 1 Mei lalu, terjadi demonstrasi yang melibatkan sekitar 5.000 warga Kota Batu. Mereka ngluruk kantor Kecamatan Bumiaji menolak rencana pembangunan Hotel The Rayja di Jl Raya Punten karena berdekatan dengan sumber mata air Umbul Gemulo. Sumber air itu untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian dan perikanan, di samping kebutuhan rumah tangga.

Pada 3 Mei, atas desakan warga, Wali Kota Eddy Rumpoko menandatangani pernyataan mencabut izin The Rayja, namun hingga penghujung tahun ini tak terealisasi.

Menanggapi persoalan itu, Wali Kota Eddy Rumpoko menyatakan, telah mengambil hikmah dari aksi protes warga karena selama ini pemerintah belum memperhatikan sumber-sumber yang ada. Tahun depan, sumber mata air akan lebih diperhatikan.

“Kami harapkan, semua sumber mata air yang memiliki kedudukan paling penting bagi masyarakat akan dilakukan konservasi. Gemulo ini lahannya akan dibeli seperti (sumber mata air) Banyuning supaya tetap terjaga dengan baik,” papar Eddy, Jumat (21/12/2012) lalu.

Koordinator Advokasi Walhi Jatim, Abdul Rohman, memprediksi demonstrasi warga terkait sumber air ini akan terus terjadi hingga tahun depan. “Kalau kami lihat mulai awal, konfliknya masih belum selesai dan masih ditangani Komnas HAM. Gemulo salah satu sumber besar, sementara 50-an dari 111 sumber yang ada sudah hilang. Kalau debitnya berkurang, jelas akan mempengaruhi kehidupan masyarakat,” kata Rohman.

Solusi yang pas untuk persoalan ini, ujarnya, mendesak KLH pusat menurunkan tim untuk meneliti. Karena dalih The Rayja, pembangunan itu tidak berpengaruh terhadap sumber mata air.  “Kalau The Rayja tetap membangun, gejolak protes tetap berlangsung,” tukasnya.

Gejolak Gemulo belum berhenti, disambung dengan Pilwali 2012 penuh protes. Dalam rapat pleno 6 Juli malam, komisioner  KPU Batu mencoret pasangan Eddy Rumpoko-Punjul Santoso dari pencalonan. KPU menilai Eddy tak lolos pencalonan karena tidak mencantumkan legalisir surat keterangan pengganti ijazah terbaru.

DPC PDIP Kota Batu menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan berhasil menang. KPU pun memasukkan lagi nama Eddy-Punjul menjadi calon wali kota untuk bertarung dengan tiga pasangan lainnya, Abdul Majid-Kustomo, M Suhadi-Suyitno, dan Gunawan Wirutomo-Sundjojo. Pada coblosan 2 Oktober lalu, Eddy-Punjul memenangkan Pilwali. Kemenangan ini diwarnai aksi protes secara terus menerus hingga ia dilantik pada 26 Desember.

Eddy menilai, semua persoalan Pilwali sudah selesai dan berharap kesadaran semua pihak untuk legowo. “Mari kita berfikir secara positif, secara arif, dan betul-betul ada pendewasaan. Bahwa demokrasi itu ada pada saat pencoblosan. Jadi, saya berharap semua pihak melihat ke depan masalah pembangunan Batu,” harapannya.


Revitalisasi Pertanian

Di luar persoalan itu, Pemkot Batu masih memiliki amanah yang belum tuntas. Seperti meningkatkan kesejahteraan petani, utamanya petani apel.

Catatan Harian Surya, selama 2012 ini banyak petani apel mengalihfungsikan lahannya untuk tanaman tebu dan tanaman lain yang memiliki umur panen singkat dan tak membutuhkan biaya mahal.

Misalnya, penyusutan lahan apel terjadi di Dusun Binangun Bumiaji berkurang hingga 30 persen dari 200 hektare.  Hal itu karena lahan dialihfungsikan menjadi lahan tebu,  dibiarkan, dan menjadi bangunan. Kondisi seperti ini juga terjadi merata di di Desa Tulungrejo, Desa Junggo, Desa Sumber Brantas, Giripurno, dan Pandanrejo sehingga membuat petani apel menyusut.

“Untuk memperbaiki produksi buah apel harus ada penghijauan (supaya suhu kembali tinggi), bukan tanaman ‘beton’ (bangunan hotel, resort, perumahan)," sindir Darmanto, salah satu pengurus Kelompok Tani Apel Bumi Jaya 2 Desa Bumiaji, beberapa waktu lalu.

Tahun 2013, Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) berencana menyegarkan lahan apel yang unsur haranya mengalami penurunan drastis. Yakni di Desa Tulungrejo, Desa Bulukerto, Desa Sumbergondo, Desa Bumiaji, dan Desa Punten dengan anggaran Rp 90 juta.

Kepala Distanhut Kota Batu, Sugeng Pramono mengatakan, tahun 2012 Bappeda mengkaji kualitas lahan apel. Hasilnya, masalah apel sudah kompleks akibat bahan anorganik selama 25 tahun, perubahan iklim, dan penyakit.

Untuk itu, tahun 2013 nanti, Distanhut mengembangkan pertanian organik dengan anggaran sebesar Rp 3 miliar. Targetnya ada di enam Desa, Sumber Brantas, Giripurno, Tulungrejo, Torongrejo, Sumberejo, dan Pendem. Desa-desa ini memiliki potensi komoditi sayuran beragam. Pengembangan pertanian organik sesuai visi dan misi Wali Kota Eddy Rumpoko dan Wakil Wali Kota Punjul Santoso.
Akses Surabaya.Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat surabaya.tribunnews.com/m/

Kamis, 27 Desember 2012

Warga kecamatan Bumiaji Tetap menolak, Wawali bersikukuh mengawalnya





Sepakat Tolak Hotel The Rayja

Kamis, 27 Desember 2012 20:49 WIB | | Editor: Adi Agus Santoso | Reporter : Iksan Fauzi
surya/iksan fauzi
TOLAK HOTEL - Anggota bantengan se-Malang Raya, menolak pembangunan Hotel The Rayja di sekitar sumber air Umbul Gemulo.
SURYA Online, BATU - Sekitar 700 anggota Bantengan Nuswantara se-Malang Raya, dari 36 kelompok tumplek blek di Jl Raya Punten Kecamatan Bumiaji, Kamis (27/12/2012).

Mereka bersama Pemuda Peduli Lingkungan (PPL), Walhi Jatim, dan warga Batu menggelar aksi damai menolak rencana pembangunan Hotel The Rayja yang berjarak 160 meter dari sumber air Umbul Gemulo.

Sesampai di sumber air Umbul Gemulo, mereka membentangkan berbagai spanduk dan banner berisi penolakan pembangunan Hotel The Rayja, yang dipasang  di seberang Hotel Purnama.

Sebagian lagi menggelar tumpengan tepat di atas sumber. Di sana, mereka berharap supaya Sang Pencipta Alam selalu melindungi sumber Umbul Gemulo dari tangan orang-orang jahat. Sumber ini merupakan sumber hidup bagi warga Batu, baik untuk pertanian, perikanan, maupun kehidupan sehari-hari.

Anggota Bantengan Nuswantara se-Malang Raya, Imam Gunanto mengatakan, warga Batu sudah tidak sabar dengan sikap Pemkot Batu yang tidak mencabut izin pembangunan The Rayja, seperti janji Wali Kota Eddy Rumpoko pada tanggal 3 Mei 2012 lalu. Padahal, warga hanya punya satu keinginan, yaitu menyelamatkan sumber Umbul Gemulo.

“Kalau kemauan kami tidak dituruti dan Pemkot hanya janji abal-abal saja, kami akan ngamuk (marah) seperti banteng. Pembangunan itu sudah jelas-jelas melanggar Perda 7/2011. Komnas HAM sudah memediasi, tapi pemkot memotong tiba-tiba,” kata Imam.

Dewan Daerah Walhi Jatim, Purnawan D Neg
ara yang juga ikut aksi menyatakan, pemilik The Rayja selalu mengklaim ini resort atau cottage. Tapi di dalam dokumen izin yang dikeluarkan Pemkot Batu menyebutkan, The Rayja adalah hotel berbintang empat. Lantai empat dan satu basement dengan ke dalaman 10,2 meter.

“Perlu diketahui juga, dokumen UKL/UPL belum selesai, tapi IMB sudah terbit. Harusnya UKL/UPL selesai dulu, baru izin lain keluar. Di dalam UU lingkungan hidup, perbuatan ini sudah disebut kejahatan lingkungan,” kata Purnawan sambil menunjukkan dokumen izin The Rayja dan UKL/UPL.

Pengacara Hotel The Rayja, Ekkum membantah tudingan The Rayja melanggar aturan. Selama ini, pihaknya mengajukan permohonan izin kepada pemkot secara prosedural dan sudah mengeluarkan izin tersebut.

“Saya rasa tidak ada yang kami langgar. Dan secepat mungkin, kami akan segera membangunnya, tinggal tunggu waktu saja,” kata Ekkum melalui sambungan ponselnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Punjul Santoso menegaskan The Rayja bukanlah hotel, tapi cottage. Dimana izinnya sudah prosedural sehingga masyarakat tidak perlu khawatir. “Nanti kita kawal bersama-sama, kalau mereka (The Rayja) melanggar aturan, ya kita hentikan,” tukas Punjul.
Akses Surabaya.Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat surabaya.tribunnews.com/m/

#1 | Sukri Koplak | Kamis, 27 Desember 2012 20:59 WIB | Reply
Wah Pak Punjul Santoso Wawali yang baru sehari ini terkesan mendukung pendirian Hotel The Rayja. Unjuk rasa warga yang menolak masih dianggap sepi. Apakah sampean ini perlu dikado Tahun Baru dan jabatan baru sebagai Wawali dengan unjuk rasa besar-besar lagi seperti bulan Mei yang lalu. Mengapa sampean kok tidak mentaati pesan Gubernur yang telah melantik sampean kemarin itu? Ada apakah gerangan Wawali yang baru?